TRIBUNNEWS.COM - Wakil Komandan Pasukan Quds di Garda Revolusi Iran (IRGC), Brigadir Jenderal Mohammad Reza Fallahzadeh, mengungkapkan jumlah pembunuhan yang dilakukan oleh Israel sejauh ini terhadap anggota Poros Perlawanan.
"Israel sejauh ini telah membunuh 280 pemimpin yang disebutnya sebagai Poros Perlawanan, yang terbaru adalah (Kepala Biro Politik Hamas) Ismail Haniyeh," lapor Sky News, mengutip pernyataan Fallahzadeh, Jumat (23/8/2024).
Hal ini disampaikannya dalam laporannya mengenai situasi terkini di kawasan, khususnya situasi di Jalur Gaza.
“Israel telah mengebom berbagai wilayah di Jalur Gaza, dan membatasi populasinya. Dunia akan merespons dengan meminta pertanggungjawaban Israel," lanjutnya.
Sebelumnya, Iran menuduh Israel membunuh Ismail Haniyeh dalam ledakan di sebuah kamar selama kunjungannya ke Teheran, Iran, pada Rabu (31/7/2024) waktu fajar.
Fallahzadeh mengatakan pembunuhan Ismail Haniyeh akan menimbulkan kerugian besar pada Israel.
Dia menuduh Israel bermaksud menduduki Jalur Gaza dan melenyapkan faksi-faksi Palestina di sana dengan tujuan mengubah Timur Tengah.
"Namun, faksi-faksi tersebut menggagalkan rencana ini," katanya.
Brigjen Mohammad Reza Fallahzadeh mengklaim Hizbullah melumpuhkan 3 divisi Israel dan mereka berada dalam kebingungan.
Ia juga mengklaim Israel dapat bertahan hingga saat ini karena mendapat dukungan dari Amerika Serikat.
“Pasca operasi Banjir Al-Aqsa, Rezim Zionis runtuh, dan setelah operasi ini Amerika mengambil alih kepemimpinan rezim ini sampai situasi menjadi tenang," katanya, dikutip dari Middle East News.
Baca juga: Sebut Zionis Dilanda Ketakutan Besar, Houthi Ungkap Alasan Iran Belum Juga Serang Israel
Mengenai perang dengan pasukan Amerika Serikat di Irak, dia mengatakan bahwa faksi-faksi yang setia kepada Iran memperketat pengawasan terhadap tentara Amerika Serikat dengan melakukan sekitar 100 operasi drone.
Ia menegaskan perlawanan akan terus berlanjut selama Israel masih melanjutkan pemboman di Jalur Gaza.
Hubungan Israel dan Iran
Hubungan Israel dan Iran memburuk setelah revolusi Iran pada tahun 1979 yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomenei.