TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Hizbullah Lebanon telah membuat Israel waspada sejak meluncurkan serangkaian rudal dan pesawat tak berawak yang menargetkan beberapa lokasi termasuk pangkalan intelijen militer utama di dekat Tel Aviv pada akhir pekan lalu.
Laporan menunjukkan bahwa serangan Hizbullah yang dijuluki Operasi Arbain menyebabkan kerusakan signifikan di Israel.
Presiden Israel Benjamin Netanyahu dituduh mencoba menyembunyikan kerugian dan korban akibat serangan Hizbullah.
Bahkan media Israel The Jerusalem Post menyebut serangan Hizbullah hanya mengenai kandang ayam.
Baca berita terkait : Serangan 300 Roket dan Drone Hizbullah ke Israel Disebut Hanya Mengenai Kandang Ayam
Hizbullah menembakkan lebih dari 300 roket Katyusha dan sejumlah besar pesawat nirawak ke Israel pada Minggu (25/8/2024) pagi.
Itu merupakan respons awal terhadap pembunuhan komandan militer seniornya Fuad Shukr oleh Israel di Beirut pada 30 Juli 2024 lalu.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah mengatakan dalam pidatonya pada Minggu malam bahwa fokus utama serangan itu adalah pangkalan Glilot di utara Tel Aviv, sekitar 100 kilometer dari perbatasan Lebanon.
Media Iran Tehran Times menyebut fasilitas ini merupakan rumah bagi dinas intelijen Mossad dan kelompok intelijen militer Unit 8200.
Nasrallah menekankan bahwa serangan itu menghantam wilayah yang dalam di Israel, berbeda dengan serangan gerakan perlawanan sebelumnya, yang sebagian besar menghantam Israel utara dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki.
Operasi Arbain memberikan pukulan yang menghancurkan dan menghancurkan bagi sistem keamanan dan intelijen Israel.
Hal ini karena Israel telah berada dalam kondisi siaga tinggi sejak membunuh Shukr dan menunggu serangan balasan dari Hizbullah.
Namun meskipun memanfaatkan teknologi satelit Barat, rezim Netanyahu gagal menghalangi serangan Hizbullah.
Saat ini, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Operasi Arbain telah secara substansial mengikis daya tangkal Israel dan memperlebar jurang di dalam tubuh Israel yang masih terguncang oleh goncangan operasi militer dadakan (Badai Al-Aqsa) yang dilancarkan Hamas pada 7 Oktober.
Badai Al-Aqsa menyoroti kegagalan militer dan intelijen Israel dan Operasi Arbaeen mengingatkan rezim tersebut bahwa mereka harus bersiap menghadapi guncangan yang lebih dahsyat.