News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Iran Vs Israel

Israel Masukkan Hal Spesifik Soal Iran dalam Kurikulum Baru, Perwira Intelijen IDF Jadi Pengajar

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebuah gambar yang diambil pada tanggal 20 Agustus 2010 menunjukkan bendera Iran berkibar di lokasi yang dirahasiakan di republik Islam tersebut di samping rudal permukaan-ke-permukaan Qiam-1 (Rising) yang diuji tembak sehari sebelum Iran dijadwalkan meluncurkan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama buatan Rusia. Menteri Pertahanan Iran Ahmad Vahidi mengatakan rudal tersebut sepenuhnya dirancang dan dibuat di dalam negeri dan ditenagai oleh bahan bakar cair.

Israel Masukkan Hal Spesifik Soal Iran dalam Kurikulum Baru, Perwira Intelijen IDF Jadi Pengajar

TRIBUNNEWS.COM - Israel dilaporkan mulai mempelajari Iran secara khusus, sampai-sampai memasukkan hal-hal spesifik mengenai negara tersebtu dalam sebuah program studi terbaru.

Situs web berita Israel, Ynet menggambarkan program Studi Iran, yang secara resmi dikenal sebagai Security and Research (SR), sebagai "salah satu program yang paling relevan dan inovatif saat ini."

"Program Studi Iran yang diluncurkan tahun ajaran ini di Sekolah Menengah Atas Navon di Holon, akan mencakup berbagai topik, termasuk Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), insiden Black Friday 1978, kebijakan pemimpin Iran Sayyed Ali Khamenei, dan dinamika demografi antara berbagai paham Islam," tulis ulasan situs web berita Israel Yedioth Ahronoth.

Baca juga: Fokus AS Bukan Lagi Indo-Pasifik, Kapal-Kapal Perang ke Timur Tengah untuk Show of Force ke Iran

Menurut laporan tersebut, 15 siswa Israel yang diterima dalam program ini akan mempelajari bahasa Persia dan mendalami budaya Iran.

Kurikulum juga akan mencakup eksplorasi komprehensif tentang masalah keamanan dan intelijen Israel, seperti pengumpulan intelijen, identifikasi ancaman, strategi kontraterorisme, dan evaluasi sumber.

Situs web berita tersebut menggambarkan program Studi Iran, yang secara resmi dikenal sebagai SR, sebagai "salah satu program yang paling relevan dan inovatif saat ini."

Yedioth Ahronoth mengemukakan bahwa Etty Avoda Kazula, kepala sekolah Navon High School, bersama dengan koordinator program Shai Shoshani, "berhasil merekrut sejumlah mantan pakar keamanan - termasuk dari Shin Bet, Mossad, dan Unit 8200 - untuk bertugas sebagai instruktur."

"Program ini dirancang untuk siswa berprestasi. Mereka akan mempelajari informasi dan analisis data, pengumpulan intelijen, dan bahkan bahasa Persia," kata Kazula.

"Ini tidak akan seperti belajar bahasa Inggris atau Prancis di sekolah. Kami mengajarkan 60 persen bahasa dan 40% budaya," katanya.

"Kami ingin siswa lulus dengan seperangkat alat yang komprehensif. Bagi kami, program ini merupakan program unggulan yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi siswa," tambah kepala sekolah tersebut.

Dia menjelaskan bahwa pengajaran akan dilakukan oleh seorang instruktur berbasis sekolah yang mengkhususkan diri dalam informasi dan intelijen, yang lain yang bekerja sama dengan Kementerian Keamanan Israel dan militer Israel untuk mengajar bahasa Persia, dan seorang pakar tambahan dari komunitas intelijen Israel.

Selain itu, kuliah reguler dan tamu akan diberikan oleh para profesional dari Shin Bet, Mossad, dan badan intelijen lainnya.

Para pengunjuk rasa berkumpul di sekitar api unggun selama unjuk rasa antipemerintah yang menyerukan pembebasan warga Israel yang disandera oleh militan Palestina di Gaza sejak Oktober, di jalan raya di Tel Aviv pada 1 September 2024. - Keluarga sandera Israel telah menyerukan pemogokan umum nasional yang dimulai pada malam 1 September untuk memaksa pemerintah mencapai kesepakatan guna mengamankan pembebasan tawanan yang masih ditawan di Gaza. (Photo by JACK GUEZ / AFP) (AFP/JACK GUEZ)

Ancaman Terbesar Israel Bukan Hizbullah Ataupun Iran

Permusuhan Israel dan Iran yang sudah berlangsung puluhan tahun memang makin meruncing seiring berlarutnya konflik Gaza.

Terbaru, Israel dilaporkan tengah menyiapkan langkah antisipasi atas pembalasan Iran karena terbunuhnya pemimpin polit biro Hamas, Ismail Haniyeh dalam pemboman di Teheran, 31 Juli 2024 lalu.

Meski begitu, analis militer dari Channel 13 Israel, Alon Ben David, menyebut ancaman terbesar Israel saat ini justru berasal dari internal mereka sendiri, bukan dari pihak luar macam Hizbullah atau justru Iran.

Dia menjelaskan, kegigihan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk tetap berada di Koridor Philadelphia dan Poros Netzarim, justru memicu konflik regional yang lebih luas, serta perang tanpa akhir di Gaza.

Dalam pernyataannya yang dirilis oleh surat kabar Maariv Israel, Ben David juga menyebut sikap Netanyahu itu akan terus menghalangi semua kesepakatan pertukaran tahanan dengan gerakan perlawanan Palestina, Hamas.

Ia kemudian menegaskan, ancaman lebih besar bagi Israel justru datang dari "dalam (internal)", bukan dari Hizbullah ataupun Iran.

Ancaman itu, kata Ben David, adalah kehadiran "kaum anarkis yang ceroboh di pemerintahan" yang telah menjelma menjadi sebuah mekanisme terorganisasi.

Kehadiran kaum-kaum itu, lanjutnya, bertujuan membubarkan lembaga-lembaga yang belum mematuhi keinginan mereka, dengan terus-menerus menyerang Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Mossad, dan Shin Bet, dilansir Al Mayadeen.

Ben David berpendapat, "jika 7 Oktober 2023 adalah awal dari disintegrasi Israel dan pemicu perang dengan seluruh wilayah sekitarnya, maka alih-alih berdoa agar hal itu berakhir, mereka (kaum-kaum anarkis) justru melakukan segala cara untuk mempercepat (perang regional terjadi)."

Ia pun meminta aparat keamanan untuk "tidak diam-diam mengatakan apa yang perlu dikatakan."

"Tingkatkan suara untuk membangunkan masyarakat Israel yang belum sadar akan situasi saat ini," imbuh dia.

Di akhir pernyataannya, Ben David menuturkan, "Minggu ini ini, Netanyahu memilih untuk melanjutkan perang di semua lini."

"Seperti biasa, baik dia ataupun siapapun dalam keluarganya, tidak akan menanggung akibatnya atas pilihannya. Kamilah (rakyat Israel) yang akan menanggung akibatnya," pungkas dia.

Israel Berada di Persimpangan

Di pernyataan yang sama, Ben David juga menyinggung Israel saat ini tengah berada di persimpangan.

Baca juga: Klaim Banyak Warga Israel Ingin Tinggalkan Negara, Eks PM Bennet: Semua karena Kebijakan Netanyahu

Mayoritas rakyat Israel, kata Ben David, sedang menyaksikan Israel "jatuh ke jurang" karena masifnya laporan mengenai tewasnya IDF dalam perang yang tak kunjung berakhir.

Tetapi, rakyat Israel memilih untuk tidak menggubris dan menjalankan hidup seperti biasanya.

"Ini seperti sedang menonton sebuah mobil mengalami kecelakaan," ujar dia.

"Kita (Israel) telah mendekati persimpangan berbentuk T selama dua bulan belakangan. Berbelok ke kanan akan membawa kita ke kesepakatan pertukaran sandera dan akhir perang di Gaza, serta kemungkinan kesepakatan di Utara (dengan Lebanon) dan seluruh wilayah."

"Tapi, berbelok ke kiri mengarah pada pengabaian sandera Israel dan perang regional berskala besar," urai Ben David.

Puluhan Tentara IDF Ogah Balik ke Gaza

Sebelumnya, Lembaga penyiaran publik Israel, KAN, melaporkan sebanyak 20 tentara Israel dari sebuah brigade infanteri menolak kembali bertempur di Gaza.

Dalam laporannya, Rabu (28/8/2024), KAN mengungkapkan puluhan tentara itu akan menghadapi pengadilan militer jika tak mematuhi perintah atasan.

Sepuluh di antaranya telah menerima pemberitahuan mengenai ancaman pengadilan militer, Selasa (27/8/2024).

Beberapa tentara Israel telah mengindikasikan, setelah 10 bulan bertempur di Gaza, mereka menegaskan tidak bisa kembali lagi, tapi bersedia untuk mengambil tugas lain.

Baca juga: Eks Jenderal Israel: Kami Tak Siap Hadapi Rudal Iran dan Proksinya, Seluruh Negara Akan Hancur

Laporan serupa tentang krisis pasukan muncul dari batalion tambahan di brigadi lain yang juga bertempur di sektor infanteri, dilansir Anadolu Ajansi.

Keluarga dari puluhan tentara Israel yang menolak kembali ke Gaza, mengungkapkan anak-anak mereka dipaksa dan mendapat ancaman akan dipenjara jika tak bersedia.

Menurut pihak keluarga, ancaman itu "tidak dapat diterima."

Pihak keluarga menambahkan, "Hanya beberapa tentara yang cakap yang tersisa di unit mereka (anak-anak)."

Karena itu, momen tersebut dianggap keluarga tentara Israel untuk membantu anak-anak mereka menghadapi sistem yang "tampaknya tidak peduli dengan keadaan mereka."

Menanggapi hal tersebut, seorang juru bicara tentara Israel mengatakan para pemimpin militer sudah "bekerja keras untuk mendukung dan membantu tentara dalam memenuhi berbagai tugas operasional mereka."

"Tidak ada tindakan hukuman, termasuk ancaman penjara, yang akan diambil terhadap para prajurit," imbuh dia.

Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, secara teratur melaporkan tentara Israel terbunuh atau terluka dalam operasi-operasi penting di Gaza.

Pejabat Israel telah berulang kali menyatakan, tentara Israel terlibat dalam pertempuran sengit dengan para pejuang di Palestina dan harus membayar harga yang mahal.

Menurut pembaruan terbaru dari situs web tentara Israel pada Rabu, jumlah korban Israel sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, telah mencapai 704 perwira dan prajurit, termasuk 339 sejak dimulainya invasi darat Israel pada tanggal 27 di bulan yang sama.

(oln/almydn/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini