TRIBUNNEWS.COM - Puluhan pasien mpox tampak lemas terbaring di lantai bangsal isolasi darurat di bagian timur Republik Demokratik Kongo pada Senin (2/9/2024).
Para pekerja rumah sakit kewalahan menangani lonjakan pasien di tengah kekurangan obat-obatan dan ruang perawatan yang semakin terbatas.
Kongo menjadi pusat wabah mpox, yang telah dinyatakan sebagai darurat kesehatan masyarakat global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bulan lalu.
Diberitakan dari Reuters, vaksin dijadwalkan tiba dalam beberapa hari mendatang untuk melawan virus ini, sementara Presiden Kongo Felix Tshisekedi telah mengalokasikan dana sebesar $10 juta untuk menangani wabah tersebut.
Namun, di Rumah Sakit Kavumu, yang telah merawat 900 pasien bergejala dalam tiga bulan terakhir, tantangan besar masih dihadapi tenaga kesehatan.
"Kami kehabisan obat-obatan setiap hari," ungkap Dr. Musole Mulamba Muva, kepala dokter di rumah sakit tersebut.
"Banyak tantangan yang harus kami atasi dengan sumber daya lokal, sementara sumbangan dari organisasi internasional menyusut dengan cepat," tambahnya.
Kondisi di rumah sakit semakin memprihatinkan dengan 135 pasien mpox, baik anak-anak maupun orang dewasa, yang berdesakan di tiga tenda plastik besar yang didirikan di tanah lembab tanpa penutup lantai.
Keluarga yang biasanya membantu menyediakan makanan di fasilitas umum yang kekurangan dana seperti rumah sakit Kavumu, dilarang mengunjungi bangsal mpox untuk mencegah kontaminasi.
"Kami tidak punya apa pun untuk dimakan," keluh Nzigire Lukangire, seorang ibu dari balita yang sedang dirawat.
"Saat kami meminta sesuatu untuk menurunkan suhu tubuh anak-anak kami, mereka tidak memberikan apa pun," ujarnya sambil berusaha menyuapkan madu ke mulut putrinya.
Baca juga: Anak-anak Jadi Kelompok Rentan Terkena Mpox Varian Baru
Cris Kacita, kepala tim tanggap mpox Kongo, mengakui bahwa sebagian wilayah Kongo mengalami kekurangan obat-obatan, dan bahwa pengiriman sumbangan termasuk 115 ton obat-obatan dari Bank Dunia menjadi prioritas utama.
Mpox sendiri menyebabkan gejala mirip flu serta lesi berisi nanah, yang meskipun biasanya ringan, dapat berakibat fatal terutama bagi anak-anak, wanita hamil, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Situasi sulit memaksa banyak ibu di bangsal Kavumu beralih ke pengobatan tradisional untuk meredakan nyeri anak-anak mereka.