"Kadang-kadang kita berpikir bahwa perjumpaan antara agama-agama adalah soal mencari titik temu antara doktrin dan pengakuan agama yang berbeda dengan segala cara. Kenyataannya, pendekatan semacam itu bisa saja berakhir dengan memecah belah kita, karena doktrin dan dogma masing-masing pengalaman keagamaan berbeda," ujar Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal, Kamis (05/09).
Di sela dialog lintas agama, Paus Fransiskus dan Imam Besar Mesjid Istiqlal Nasarudin Ummar menandatangani dokumen Deklarasi Istiqlal untuk menandai komitmen kerukunan antar-umat beragama.
Melalui deklarasi yang diteken bersama, Jorge Mario Bergoglio—nama asli Paus—berharap para pemimpin agama dapat memikul tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan.
“Menghadapi berbagai krisis sosial dan konflik yang terjadi, nilai-nilai kebersamaan penting dimiliki oleh semua agama agar masyarakat dapat meruntuhkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian serta meningkatkan rekonsiliasi dan perdamaian,” kata Paus Fransiskus.
Sebelum dialog lintas agama, Paus Fransiskus sempat mengunjungi Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal.
Paus menyebut bangunan sepanjang 33,8 meter ini melambangkan solidaritas dan persatuan umat beragama karena menjadi ruang perjumpaan serta dialog.
“Terowongan ini menunjukkan bahwa dua tempat ibadah tidak hanya berhadapan satu sama lain, tapi juga menghubungkan satu sama lain,” kata Paus Fransiskus, Kamis (05/09).
'Ketegangan timbul karena mereka yang berkuasa ingin memaksakan visi mereka'
Sehari sebelumnya, Paus Fransiskus menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada hari kedua lawatannya ke Indonesia, Rabu (04/09). Dalam pidatonya, pemimpin tertinggi umat Katolik itu membahas keragaman dan kerukunan di Indonesia.
Di sisi lain, dia menyoroti kemunculan konflik-konflik kekerasan yang disebabkan "kurangnya sikap saling menghargai, dan dari keinginan intoleran untuk memaksakan kepentingan sendiri, posisi sendiri dan narasi historis sepihak".
Menurut Paus Fransiskus, "ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara-negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka bahkan dalam hal-hal yang seharusnya diserahkan kepada otonomi individu-individu atau kelompok- kelompok yang berkaitan."
Di samping itu, sambungnya, "terdapat juga kurangnya komitmen sejati yang berorientasi ke depan untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Akibatnya, sebagian besar umat manusia terpinggirkan, tanpa sarana untuk menjalani hidup yang bermartabat dan tanpa perlindungan dari ketimpangan sosial yang serius dan bertumbuh, yang memicu konflik-konflik yang parah."
Paus Fransiskus menekan bahwa "kerukunan dicapai ketika kita berkomitmen tidak hanya demi kepentingan-kepentingan dan visi kita sendiri, tapi demi kebaikan bersama".
Gereja Katolik, kata Paus Fransiskus ingin meningkatkan dialog antaragama "untuk memperkuat kerukunan yang damai dan berbuah yang menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapuskan ketimpangan dan penderitaan yang masih bertahan di beberapa wilayah negara"