TRIBUNNEWS.COM - Iran membantah laporan yang menyebut pihaknya mengirim bantuan senjata ke Rusia untuk perang melawan Ukraina.
Laporan itu muncul pertama kali di media Amerika Serikat, The Wall Street Journal (WSJ).
WSJ menyebut laporan mereka berdasarkan bukti yang diberikan oleh pejabat-pejabat AS dan Eropa.
Sebelumnya, pemerintahan Joe Biden di AS mengancam akan merespons dengan keras jika Iran mengirimkan senjata kepada Rusia.
Bulan lalu, Reuters juga melaporkan bahwa Iran berencana mengirimkan ratusan rudal balistik jarak pendek Fath 360 ke Rusia.
Namun, dalam sebuah pernyataan yang dibagikan kepada Newsweek, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa Iran tidak menyediakan senjata baik kepada Rusia maupun Ukraina.
"Posisi Iran terhadap konflik Ukraina tetap tidak berubah," kata Misi Iran.
"Iran menganggap pemberian bantuan militer kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, yang menyebabkan meningkatnya korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan menjauhnya dari negosiasi gencatan senjata, merupakan tindakan yang tidak manusiawi."
"Oleh karena itu, Iran tidak hanya tidak terlibat dalam tindakan tersebut, tetapi juga meminta negara lain untuk menghentikan pasokan senjata kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik."
Pejabat AS dan Eropa sebelumnya menuduh Iran menyediakan sejumlah drone kepada Rusia.
Militer Rusia sering terlihat menggunakan drone Shahed Iran, yang dikenal dengan "drone bunuh diri."
Baca juga: Netanyahu: Jika Israel Pergi dari Philadelphia, Hamas Akan Bawa Sandera ke Iran dan Yaman
Dalam salah satu contoh terbaru, Angkatan Bersenjata Ukraina mengumumkan pada hari Jumat bahwa penembak antipesawat mereka telah menembak jatuh drone Shahed di atas wilayah Kyiv.
Pejabat Iran sebelumnya mengakui telah mengirim beberapa drone ke Rusia di awal-awal perang.
Namun, kini disebutkan bahwa tidak ada kesepakatan baru yang dicapai.
Sementara itu, AS dan negara-negara NATO lainnya terus memberikan dukungan militer kepada Ukraina, termasuk sistem rudal, tank, dan jet tempur.
Menurut pejabat Rusia, bantuan dari Barat hanya akan memicu perang dan meningkatkan risiko konfrontasi yang lebih besar.
Iran dan Rusia telah memperkuat hubungan selama dekade terakhir.
Keduanya memiliki tujuan bersama, yakni mendukung pasukan pemerintah di Suriah untuk melawan pasukan pemberontak (yang sebagian didukung oleh AS), serta kelompok militan Negara Islam (ISIS).
Hubungan ini berlanjut sejak Rusia melancarkan konflik skala besar terhadap negara tetangga Ukraina pada Februari 2022.
Iran juga berupaya membeli pesawat Rusia, khususnya jet Sukhoi Su-35, dan telah menyatakan minatnya untuk membeli sistem pertahanan udara canggih juga.
Meski Iran telah banyak berinvestasi dalam memperluas persenjataan ofensif dan defensif yang diproduksi di dalam negeri, kekhawatiran atas keamanan nasional telah meningkat sejak dimulainya perang di Gaza.
Iran mendukung Hamas dan sejumlah faksi Poros Perlawanan lainnya yang melancarkan operasi melawan Israel.
Iran bersumpah untuk melancarkan serangan langsung terhadap Israel setelah kematian kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada akhir Juli lalu.
Pejabat Israel juga mengancam akan melakukan tindakan militer terhadap Iran.
Hingga saat ini, setidaknya 40.878 orang tewas dan 94.454 orang terluka dalam perang Israel di Gaza, lapor Al Jazeera.
Baca juga: Israel Tembak Mati 2 Perempuan di Tepi Barat: 1 dari AS, Satunya Lagi Warga Palestina
Pasukan Israel terus menggempur Jalur Gaza dan wilayah lainnya di Tepi Barat.
Terbaru, Israel mengatakan pihaknya menyerang sekolah Halimah al-Saadiyah di Gaza utara, tempat delapan warga Palestina dilaporkan tewas di tempat penampungan tenda.
Lima orang juga tewas di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)