TRIBUNNEWS.COM - Pejabat senior Hamas mengklaim anggotanya dan gerakan Islam Palestina dapat memenangkan pertempuran sengit di Gaza melawan militer Israel.
Pernyataan itu dilontarkan pejabat senior Hamas, Osama Hamdan, kepada AFP saat diwawancarai di Istanbul, Turki, Senin (16/9/2024).
Dalam keterangan resminya Hamdan optimistis Hamas memiliki sumber daya yang cukup untuk terus memerangi Israel, meskipun mengalami kerugian selama lebih dari 11 bulan perang di Gaza.
“Perlawanan memiliki kemampuan tinggi untuk terus berlanjut,” kata Osama Hamdan dikutip dari The Straits Times.
“Ada martir dan ada pengorbanan tetapi sebagai balasannya ada akumulasi pengalaman dan perekrutan generasi baru ke dalam perlawanan,” imbuhnya.
Komentarnya itu muncul kurang dari seminggu setelah Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan kepada wartawan bahwa Hamas sudah runtuh akibat formasi militer Israel di Gaza.
“Jumlah korban jauh lebih sedikit daripada yang diperkirakan dalam pertempuran sebesar, setingkat dan seluas ini,” kata Hamdan.
Serangan Hamas Buat Israel Boncos
Setelah serangan 7 Oktober, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu aktif melancarkan operasi militer balasan untuk menghancurkan Hamas.
Sejauh ini serangan Hamas ke Israel mengakibatkan kematian 1.205 orang, sebagian besar adalah warga sipil.
Jumlah tersebut berbanding terbalik dengan jumlah korban serangan Israel di Gaza yang kini melonjak lebih dari 40.100 orang.
Baca juga: Israel Dikepung Perlawanan: Drone Hizbullah Tembus 30 Km, Rudal Houthi 15 Menit Hantam Tel Aviv
Meski serangan Hamas dan sekutunya tak memicu lonjakan korban jiwa, serangan itu membuat ekonomi Israel di ujung tanduk.
Mengutip data yang dirilis oleh Biro Statistik Pusat Israel, inflasi Israel per Agustus 2024 melonjak menjadi 3,6 persen. Lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi bulan Juli yang hanya 3,2 persen.
Perang antara IDF dan Hamas yang kian memanas juga mendorong perekonomian Israel berada di ambang kehancuran.
Tercatat sejak Oktober hingga Juli kemarin defisit atau pengeluaran negara membengkak mencapai 8,1 persen dari produk domestik bruto (PDB).