Dana Besar-besaran Kabur dari Israel, The Economist: Skenario yang Mengerikan bagi perekonomian Israel
TRIBUNNEWS.COM - Media asal Inggris, The Economist melaporkan kalau skenario mimpi buruk bagi perekonomian Israel adalah perang habis-habisan melawan Hizbullah.
Ulasan media tersebut menunjukkan kalau perang besar-besaran ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya sangat melambat tetapi juga akan sangat rusak.
"Kondisi ini mungkin lebih parah daripada serangan tanggal 7 Oktober, dan pengeluaran militer Israel akan meningkat secara signifikan," tulis media tersebut dikutip dari Khaberni, Rabu (25/9/2024).
Baca juga: Yordania Ogah Mengekspor Tomat ke Israel Saat Pertanian Negara Zionis Hancur Gegara Hizbullah
Surat kabar tersebut mengungkapkan kalau tiga bank besar di Israel mengumumkan peningkatan signifikan soal jumlah orang yang meminta untuk mentransfer tabungan mereka ke negara lain.
Laporan itu mengatakan bahwa para pembuat kebijakan ekonomi di Israel lebih khawatir dibandingkan sejak awal konflik
Media tersebut dalam laporannya menyebutkan kalau perekonomian Israel seharusnya menuju pemulihan.
"Pada akhirnya, banyak dari 300.000 pekerja yang meninggalkan pekerjaan mereka untuk berperang kembali ke kantor, pabrik, dan pertanian. Sebaliknya, situasi sulit ini menjadi lebih akut dari sebelumnya," tulis The Economist.
“Skenario mimpi buruk bagi Israel adalah konflik yang mungkin mencapai Yerusalem dan Tel Aviv, pusat komersial negara tersebut. Namun perang yang tidak terlalu parah di mana pertempuran terbatas di bagian utara negara itu mungkin cukup untuk membalikkan perekonomiannya," ulas media tersebut.
Investor Tak Yakin Kemampun Israel untuk Pulih
Laporan itu menambahkan, “Defisit Israel sekarang diperkirakan mencapai 8,1 persen dari PDB tahun ini, hampir tiga kali lipat dari perkiraan sebelum perang,”.
Selain itu faktor pukulan terbesar bagi perekonomian Israel juga lantaran “investor tidak yakin akan kemampuan Israel untuk pulih".
Dari sisi likuiditas dana, Israel tengah mengalami goncangan karena uang justru 'kabur' dari negara pendudukan tersebut.
"Tiga bank terbesar Israel menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah nasabah yang meminta untuk mentransfer tabungan mereka ke negara lain atau menghubungkannya dengan dolar," kata laporan itu.
Laporan menambahkan: “Meskipun inflasi masih di atas target, bank sentral memilih untuk tetap berpegang pada suku bunga sebelumnya pada pertemuan kebijakan moneter di bulan Agustus, karena takut menghambat pemulihan,”.
“Lalu ada skenario mimpi buruk, di mana sejumlah kecil investor bersiap menghadapi perang yang mungkin terjadi di seluruh Israel, termasuk Yerusalem atau Tel Aviv, karena Hizbullah mungkin bisa melancarkan serangan semacam itu.”
Ulasan menekankan, “Dalam skenario seperti ini, pertumbuhan ekonomi Israel akan sangat terpukul, mungkin lebih parah daripada apa yang terjadi setelah tanggal 7 Oktober."
"Pengeluaran militer Israel akan meningkat, dan pelarian investor kemungkinan akan menjatuhkan bank-bank dan menekan nilai syikal (shekel), sehingga memaksa Bank Israel untuk menurunkan intervensi dan membelanjakan cadangannya, apa pun yang terjadi, para ekonom Israel sudah pasrah dengan keadaan yang memburuk,” ujar ulasan tersebut.
(oln/theecnmst/khbrn/*)