News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Pentagon: Invasi Darat IDF ke Lebanon Terserah Israel, AS Tak Terlibat tapi Siap Bantu jika Diminta

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersama para tentara Israel. --- Pentagon mengatakan invasi darat ke Lebanon terserah pada Israel tapi pasukan AS di Timur Tengah tetap siaga, akan membantu jika diminta.

TRIBUNNEWS.COM - Sekutu utama Israel, Amerika Serikat (AS), mengatakan keputusan untuk melakukan invasi darat ke Lebanon terserah pada Israel dan memastikan AS tidak terlibat dalam rencana itu.

Juru bicara Departemen Pertahanan AS (Pentagon), Sabrina Singh, mengatakan AS menekan Israel untuk melakukan perundingan gencatan senjata dengan Hizbullah.

"Tidak, tidak ada dukungan. Sehubungan dengan Lebanon, tentara Amerika tidak memiliki peran dalam operasi Israel," kata Sabrina Singh kepada wartawan, Rabu (25/9/2024), ketika ditanya apakah AS memberikan dukungan termasuk informasi intelijen untuk Israel di Lebanon.

Menurut Pentagon, invasi darat itu kemungkinan tidak dilakukan dalam waktu dekat.

Pentagon menekankan AS tidak ingin melihat tindakan apa pun yang mengarah pada eskalasi lebih lanjut.

"Anda melihat tekanan komprehensif dari pemerintah AS," kata Sabrina Singh kepada wartawan, seperti diberitakan Al Araby.

AS masih optimis dengan jalur diplomatik untuk mencapai gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.

“Kami masih percaya ada waktu dan peluang untuk solusi diplomatik yang mencegah pecahnya perang komprehensif, dan apa yang dilakukan Israel adalah operasi defensif terhadap Hizbullah, yang telah menyerangnya sejak 8 Oktober lalu," lanjutnya.

Meski AS mengatakan tidak berpartisipasi dalam operasi militer Israel di Lebanon, AS yang memiliki puluhan ribu pasukan di Timur Tengah tidak menutup kemungkinan untuk membela Israel jika diperlukan.

Sebelumnya pada Senin (23/9/2024), AS mengumumkan akan menambah pasukannya di Timur Tengah tanpa mengungkap jumlahnya.

Tujuannya adalah untuk mengatur kemungkinan evakuasi warga AS dari Lebanon.

Baca juga: Israel Siap Lakukan Invasi Darat ke Lebanon setelah Bombardir Hizbullah

Sumber informasi surat kabar AS, Wall Street Journal, mengatakan Pentagon percaya situasi tentara Israel saat ini tidak memungkinkan mereka untuk menyerang Lebanon.

"Tentara Israel perlu mentransfer lebih banyak pasukan ke lokasi tertentu," kata sumber itu kepada Wall Street Journal, Rabu (25/9/2024).

Selain itu, pejabat senior pertahanan AS mengatakan memulai perang di Lebanon bukanlah cara tercepat untuk mengamankan sisi perbatasan utaranya.

"Menteri Pertahanan Lloyd Austin sangat jelas menegaskan bahwa membuka front dengan Hizbullah bukanlah cara untuk meredakan ketegangan di kawasan. Adalah hal bodoh untuk berasumsi pemboman yang lebih agresif di Lebanon akan memaksa (Sekretaris Jenderal Hizbullah) Nasrallah untuk menyerah sesuai keinginan Israel," kata pejabat itu.

Israel melakukan serangan udara besar-besaran ke Lebanon pada Senin (23/9/2024) yang saat ini masih berlanjut.

Serangan itu membunuh lebih dari 600 orang dan melukai lebih dari 2.000 orang yang sebagian besar adalah warga sipil.

Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah mendukung perlawanan Palestina, Hamas, dan terlibat pertempuran dengan Israel di perbatasan Lebanon selatan dan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.

Hizbullah bersumpah akan berhenti menyerang Israel jika Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.

Jumlah Korban di Jalur Gaza

Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 41.495 jiwa dan 96.006 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (25/9/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Mayadeen.

Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.

Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini