TRIBUNNEWS.COM -- Perwira Ukraina mengeluhkan banyaknya pasukan mobilisasi militernya yang melakukan desersi atau meninggalkan tugas.
Majalah The Economist memberitakan bahwa jumlah pasukan Ukraina yang desersi tersebut berkisar antara 5 hingga 10 persen dari yang direkrut.
Majalah tersebut mengungkapkan bahwa warga Ukraina menghindari tugas berperang melawan Rusia karena menganggap bahwa tugas tersebut hanyalah 'tiket menuju kamar mayat'.
Baca juga: Biden Kucurkan Bantuan Militer Senilai Rp 120 T untuk Ukraina, Perkuat Pertahanan Lawan Rusia
"Para perwira mengeluh bahwa banyak dari mereka yang dipanggil tidak cocok untuk bertempur: terlalu tua, terlalu sakit, terlalu mabuk. Tidak ada jalan keluar yang jelas begitu mereka masuk, membuat wajib militer terasa seperti tiket sekali jalan ke kamar mayat," demikian ungkap media ekonomi Barat terkemuka tersebut.
Majalah itu juga menyindir bahwa berwenang menganiaya banyak penghindar mobilisasi' Langkah mobilisasi tersebut sama sekali tidak membuat Vladimir Putin takut.
Sebuah survei dikutip, yang menurutnya kurang dari sepertiga warga Ukraina menganggap penghindaran wajib militer memalukan.
Oleh karena itu, publikasi tersebut sampai pada kesimpulan bahwa meskipun kerugian Federasi Rusia secara signifikan lebih tinggi, semakin sulit bagi Ukraina untuk menggantikannya sendiri.
Bahkan anggota parlemen Ukraina Maryana Bezuglaya sempat mengkritik sistem perekrutan mobilisasi yang menyebabkan produk-produk tentara tak berkualitas.
"Tentara mobilisasi banyak yang kabur. Mereka takut mati. Mereka juga mendapatkan pelatihan yang kurang memadai," ujar Bezuglaya usai pulang dari medan perang Donbass.
Baca juga: 55.000 Warga Ukraina Dinyatakan Hilang Selama Perang dengan Rusia
Rusia memiliki lebih banyak pasukan dibandingkan Ukraina, hal ini yang menyebabkan Ukraina selalu keteteran di medan perang dan selalu mundur dari garis depan.
Sementara operasi Ukraina di Kursk dianggap menambah penderitaan prajurit Kiev, karena menyababkan jumlah mereka makin sedikit.
Wakil Kepala Staf Umum Vladimir Gorbatyuk mengatakan kerugiannya 6 banding 1. Seorang pejabat Amerika mengatakan 100.000 orang Rusia telah tewas dan 430.000 orang terluka sejak perang dimulai.