Dia menekankan, meski punya kekuatan militer besar, dia yakin China tidak menyerang Taiwan sekarang karena postur kekuatan militernya masih di bawah AS dan jika itu dilakukan, China pasti akan kalah.
"China masih memperluat kemampuan militernya hingga setara AS antara lain dengan memperkuat armada kapal perang dan coast guard," sebutnya.
"Coast guard China saat ini sudah menggunakan kapal jenis korvet. Sementara negara lain di sekitarnya masih menggunakan kapal patroli bisa.
Dibandingkan dengan anggaran pertahanan RI yang hanya 0,7 persen dari GDP di 2024, menurutnya, Indonesia jelas tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan China.
"Tahun 2035 China berharap bisa miliki 8 kapal induk. Mereka sedang bangun kapal induk keempat," sebutnya.
Dibandingan dengan militar Amerika Serikat, AS saat ini memiliki 11 kapal induk.
Kembali dia menekankan, angkatan bersenjata China kini telah menjadi salah satu militer yang sedang mengalami pertumbuhan paling pesat di dunia.
Menurut Aisha, China saat ini memiliki angkatan laut yang sangat kuat dengan sekitar 370 kapal atau kapal selam dan 140 kapal tempur permukaan laut. Angkatan bersenjata China juga didukung oleh teknologi operasi multi-domain dan sistem otonomi berbekal Artificial Intelligence (AI) dan robot.
Namun perkembangan militer China di atas berpotensi menghadirkan tantangan bagi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain mengingat China saat ini berupaya menegakan pengakuan kepemilikannya, yang bertentangan dengan hukum laut internasional (UNCLOS), atas berbagai wilayah di LCS.
Upaya penegakan klaim kepemilikan ini dilakukan China antara lain dengan memperkuat armada penjaga pantainya, melakukan aksi agresif yang dimotori oleh kapal-kapal penjaga pantai, serta menerapkan taktik zona abu-abu (greyzone) untuk mengganggu negara-negara lain yang memiliki Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di LCS.
Aisha menekankan bahwa Indonesia sebenarnya tidak terlibat dalam klaim kepemilikan baik dengan China maupun dengan negara-negara lain di LCS. Namun Indonesia tetap saja terimplikasi, dan bisa terkena dampak bila ketegangan di LCS meningkat.
Dalam pandangan Aisha, Indonesia masih memiliki beberapa pilihan dalam meresponi perkembangan di atas.
Menurut dia, Indonesia dapat meningkatkan diplomasi pertahanannya dengan China, antara lain dengan menjajagi kemungkinan kerja sama pertahanan antara kedua negara.
Namun pada sisi lain Indonesia harus pula meningkatkan pendekatan pertahanan yang mengantisipasi perkembangan di luar Indonesia.