Sasaran rudal Iran lainnya adalah Pangkalan Udara Negev, yang terletak di bagian selatan wilayah pendudukan.
Pangkalan ini menampung dua skuadron jet tempur F-35 generasi kelima milik Angkatan Udara Israel dan dijadwalkan untuk menerima skuadron ketiga setelah unit lainnya dikirimkan.
Sumber media Iran telah melaporkan bahwa fasilitas tersebut "hancur total" selama serangan tersebut.
Gambar-gambar dari Israel mengonfirmasi dampak dari puluhan rudal balistik yang gagal dicegat oleh pertahanan udara negara itu, yang dikenal sebagai "Kubah Besi".
Ketidakmampuan Kubah Besi untuk mencegat rudal-rudal ini, yang dibuktikan dalam ratusan video daring, dijelaskan oleh sumber-sumber militer sebagai konsekuensi dari desainnya.
Sistem pertahanan ini secara khusus dirancang untuk mencegat dan menetralkan roket dan mortir jarak pendek, yang terutama diluncurkan dari Gaza.
Dalam konteks ini, sistem ini terbukti efektif, berhasil mencegat sebagian besar ancaman yang masuk.
Namun, jika berbicara tentang rudal hipersonik, yang melampaui kecepatan Mach 5 dan memiliki lintasan yang sangat mudah bermanuver, tidak ada sistem pertahanan udara di dunia, termasuk Iron Dome, yang menawarkan pencegahan yang kredibel.
Rudal hipersonik menghadirkan tantangan unik karena kecepatannya, lintasan yang tidak dapat diprediksi, dan kemampuannya untuk menghindari sistem radar, sehingga menjadikannya ancaman yang sangat sulit untuk dilawan dengan teknologi pertahanan tradisional.
Rudal yang Dipakai Iran Serang Israel
Menurut media Iran, berbagai jenis rudal digunakan dalam Operasi “Janjia Setia II.”
Di antaranya adalah rudal Ghadr, yang diperkenalkan ke publik pada tahun 2005 dan tersedia dalam tiga versi yakni Ghadr-S, dengan jangkauan 1.350 km; Ghadr-H, dengan jangkauan 1.650 km; dan Ghadr-F, yang mencapai 1.950 km.
Rudal balistik Emad dengan jangkauan 1.700 km juga diluncurkan.
Terakhir, IRGC menggunakan rudal hipersonik Fattah-1, yang memiliki jangkauan 1.400 km dan kecepatan terminal Mach 13 hingga 15 (16.000 hingga 18.500 kilometer per jam).