TRIBUNNEWS.COM – Serangan Iran ke Israel pada Selasa malam, (1/10/2024), disebut sebagai serangan rudal balistik terbesar dalam sejarah.
Dalam serangan itu Iran menggunakan sejumlah rudalnya yang paling kuat guna menggempur Israel.
Menurut Iran, serangan itu adalah balasan atas serangan Israel yang menewaskan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh dan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah.
Saat serangan terjadi, sirene meraung di seluruh Israel. Iran dilaporkan menembakkan hampir 200 rudal balistik.
Dikutip dari ABC News, ledakan terdengar di Yerusalem dan lembah Sungai Yordan ketika warga Israel diminta mengevakuasi diri ke tempat perlindungan.
Israel mengklaim sebagian besar rudal bisa ditangkis dengan Iron Dome dan sistem pertahanan lainnya.
Tidak ada laporan korban luka di Israel. Meski demikian, ada satu orang yang tewas di Tepi Barat karena terkena pecahan rudal.
Di sisi lain, Iran mengatakan 90 persen rudal yang ditembakkannya berhasil mencapai sasaran.
Behnam Ben Taleblu, seorang pakar di Yayasan Pertahanan dan Demokrasi (FDD) menyebut serangan Iran itu merupakan serangan yang bersejarah dan memecahkan rekor.
“Teheran berusaha mencari cara untuk memperbaiki kemampuan penangkisannya yang hancur, dan melakukannya dengan cara fantastis yang melibatkan serangan rudal balistik terbesar terhadap negara lain dalam sejarah,” kata Taleblu.
Rudal balistik awalnya ditenagai oleh roket, kemudian rudal itu mengikuti lintasan ke arah target.
Baca juga: Video Eks Analis CIA Sindir Israel, Sebut Serangan Iran Lebih Terhormat karena Tak Targetkan Sipil
Direktur Analisis Strategis Australia, Michael Shoebridge, mengatakan rudal balistik ditembakkan seperti peluru ditembakkan dari senjata api.
Ketika rudal mencapai kecepatan tertingginya, rudal itu menjadi balistik. Rudal itu menuju ketinggian sebelum meluncur turun dengan tajam.
“Rudal itu bergerak melalui lintasan seperti parabola,” kata Shoebridge.