TRIBUNNEWS.COM -- Ukraina terus memperketat program wajib militernya untuk memperbanyak pasukan menghadapi serangan Rusia.
Mereka pun mengincar oknum-oknum militer dan sipil yang memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Bagaimana pun dalam program wajib militer tersebut banyak warga Ukraina yang ingin menghindarinya.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-955: Karyawan PLTN Zaporizhzhia Tewas dalam Serangan Bom Mobil Ukraina
Mereka harus membayar uang dalam jumlah tertentu untuk mendapatkan sertifikat medis dan dokumen registrasi militer yang ditujukan untuk pria yang berusaha menghindari wajib militer disita.
Dinas Keamanan Ukraina (SBU) dikutip dari Ukrinform mengatakan, oknum-oknum tersebut memberikan layanan kepada para penghindari wajib militer dengan mematok harga hingga 12.000 dolar AS atau setara dengan Rp 188 juta per orang.
Kelompok itu telah mendapatkan uang 'jasa' sekitar 1 juta dolar AS atau Rp 15,6 miliar.
SBU mengungkapkan, belum lama ini telah menangkap sindikat yang meloloskan penghindar wajib militer.
Sebanyak 14 orang yang ditangkap ini bekerja secara profesional namun ilegal. Mereka mengeluarkan sertifikat medis serta dokumen lainnya yang dibutuhkan untuk menghindari wajib militer.
"Setidaknya dalam penggeledahan, aparat menemukan sebanyak 1.000 lembar sertifikat. Sebanyak 250 segel dan stempel palsu disita, bersama dengan uang yang diyakini diperoleh melalui cara-cara ilegal," kata petugas SBU.
Baca juga: Percuma Alutsista Rusia Sembunyi di Hutan, Tetap Hancur oleh HIMARS via Drone Pengintai Ukraina
Petugas juga menemukan sejumlah uang yang diyakini berasal dari kegiatan ilegal itu.
Menurut materi kasus, para tersangka membantu para penghindar wajib militer menghindari wajib militer dengan menggunakan dokumen palsu dari komisi medis militer (MMC).
Untuk mencapai hal ini, anggota kelompok kriminal tersebut mendirikan fasilitas percetakan bawah tanah di rumah mereka tempat mereka membuat sertifikat MMC palsu yang menunjukkan ketidaklayakan untuk dinas karena alasan kesehatan.
Pemalsuan yang telah selesai diserahkan ke Pusat Perekrutan Teritorial (TRC) untuk menghapus para penghindar wajib militer dari catatan militer.
Biaya untuk 'layanan' ini berkisar antara USD 8.000 hingga USD 12.000 per klien. Menurut data yang tersedia, kelompok tersebut 'meraup' lebih dari UAH 40 juta (sekitar USD 1 juta) secara total.
Para penjahat menemukan klien potensial melalui koneksi pribadi, termasuk di antara personel militer aktif yang berusaha diberhentikan secara ilegal dari dinas.
Petugas SBU mendokumentasikan tindakan kriminal para tersangka dan menangkap mereka di tempat tinggal mereka.
Sebagaimana dilaporkan oleh Ukrinform, penegak hukum di wilayah Odesa memblokir saluran yang memfasilitasi keberangkatan ilegal para pengelak wajib militer ke luar negeri dengan kedok pengemudi truk.
Mobilisasi Penuh Kekerasan
Sementara majalah The Times mengungkapkan bahwa proyek wajib militer ukraina masih jauh dari target.
Hal itu terjadi karena program mulia itu dirusak oleh korupsi kekerasan dan ketidak percayaan .
Kiev sejauh ini telah memanggil sekitar satu juta tentara dan berencana untuk menambah jumlah menjadi 200.000 lagi pada akhir tahun.
Namun tetapi target tersebut masih sulit dicapai.
The Times menyebutkan, upaya untuk meningkatkan wajib militer menjadi semakin curang, koersif, dan penuh kekerasan.
Media AS tersebut mencontohkan,seorang wajib militer Odessa yang secara teknis dibebaskan dari dinas karena kondisi ginjal kronis, tetapi dibujuk ke kantor wajib militer dan tetap dikirim ke pangkalan pelatihan.
Seorang perwira wajib militer yang tidak disebutkan namanya di Odessa mengatakan kepada The Times bahwa "kami bahkan tidak memobilisasi 20 persen dari apa yang dibutuhkan."
Antusiasme di antara calon tentara untuk menanggapi panggilan tersebut sangat rendah. Sementara departemennya tersebut diganggu oleh korupsi, salah urus, dan kekecewaan.
Suap, tambah perwira itu, dapat mencapai ribuan dolar sementara kekurangan staf berarti karyawan harus melakukan banyak tugas sekaligus, termasuk berpatroli di jalan-jalan.
Selain itu, karyawan diancam akan dikirim ke garis depan jika kinerjanya buruk.
Dalam kasus lain, banyak dari mereka yang menjawab panggilan mobilisasi sering kali ditemukan tidak layak untuk bertugas karena kondisi kesehatan yang serius, termasuk tuberkulosis, hepatitis atau HIV, kata sumber Times.
Sementara itu, seorang warga Ukraina berusia 47 tahun mengingat bahwa ia sangat ingin dipanggil dan pergi ke garis depan di awal konflik, tetapi ditolak saat itu, dan sekarang tidak ingin melakukannya.
"Pemerintah kami tidak mendukung tentara. Mereka tidak memiliki peralatan yang memadai dan dilupakan jika mereka terluka," pria itu menjelaskan.