News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Konflik Palestina vs Israel Tak Bermula dari 7 Oktober 2023, Deklarasi Balfour Jadi Biangnya

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, yang bertopeng, berbaris dalam unjuk rasa di Kota Gaza pada 20 Juli 2022 - Sejarah panjang konflik Palestina vs Israel, tak bermula dari Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023, melainkan sejak Deklarasi Balfour.

Intifada ditandai mobilisasi rakyat, protes massal, pembangkangan sipil, pemogokan yang terorganisasi dengan baik, dan kerja sama komunal.

Menurut organisasi hak asasi manusia (HAM) Israelm, B'Tselem, 1.070 warga Palestina dibunuh oleh pasukan Zionis selama Intifada, termasuk 237 anak-anak. Sementara, lebih dari 175.000 warga Palestina ditangkap.

Palestina-Israel Tandatangani Perjanjian Oslo

Infografis pembagian wilayah Tepi Barat yang diduduki antara Palestina dan Israel menurut Perjanjian Oslo tahun 1993. (Al Jazeera)

Pada 1993, Pemimpin Palestina, Yasser Arafat, dan Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, menandatangani Perjanjian Oslo.

Perjanjian itu dibuat untuk mencapai perdamaian dalam waktu lima tahun. Momen itu menjadi pertama kalinya bagi Palestina dan Israel saling mengakui satu sama lain.

Perjanjian kedua yang dibuat pada 1995, membagi wilayah Tepi Barat yang diduduki menjadi tiga bagian, yaitu Area A, B, dan C.

Otoritas Palestina yang dibentuk setelah Perjanjian Oslo, hanya diberi kekuasaan terbatas atas 18 persen Tepi Barat karena Israel secara efektif terus mengendalikan wilayah tersebut.

Tapi, Perjanjian Oslo perlahan-lahan runtuh karena pemukiman Israel, komunitas Yahudi yang dibangun di Tepi Barat - kebanyakan ilegal -, tumbuh secara massif.

Populasi permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur meningkat dari sekitar 250 jiwa pada 1993 dan 700 jiwa pada September 2023.

Sekitar tiga juta warga Palestina tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Intifada Kedua

Intifada kedua dimulai pada 28 September 2000, saat pemimpin oposisi Israel Likud, Ariel Sharon, melakukan kunjungan provokatif ke kompleks Masjid Al-Aqsa dengan ribuan pasukan keamanan dikerahkan di dalam dan sekitar Kota Tua Yerusalem.

Sebagai informasi, Sharon kemudian menjadi Perdana Menteri Israel periode 2001-2006.

Bentrokan antara pengunjuk rasa Palestina dan pasukan Israel yang berlangsung selama dua hari itu menewaskan lima warga Palestina dan melukai 200 orang.

Insiden ini memicu pemberontakan bersenjata yang meluas.

Selama Intifada kedua, Israel menyebabkan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap perekonomian dan infrastruktur Palestina.

Israel kembali menduduki wilayah yang diperintah oleh Otoritas Palestina. Mereka memulai pembangunan tembok pemisah, yang seiring maraknya pembangunan pemukiman, menghancurkan mata pencaharian dan komunitas warga Palestina.

Pemukiman itu dianggap ilegal menurut hukum internasional.

PBB telah mengecam pemukiman itu dan menyebutnya sebagai "rintangan besar" dalam mewujudkan negara Palestina yang layak, sebagai bagian dari apa yang disebut "solusi dua negara".

Mobilitas warga Palestina menjadi sangat terbatas karena pemukiman ilegal Israel.

Sebab, sekitar 700 penghalang jalan, termasuk 140 pos pemeriksaan, tersebar di Tepi Barat.

Sekitar 70 ribu warga Palestina dengan izin kerja Israel, harus melintasi pos pemeriksaan itu dalam perjalanan harian mereka.

Perang di Jalur Gaza

Seorang wanita berduka saat memegang jenazah anaknya yang terbunuh dalam serangan Israel terhadap sekolah yang menampung warga Palestina terlantar di lingkungan Zaytoun, Kota Gaza pada tanggal 21 September 2024, di tengah perang yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. (Photo by Omar AL-QATTAA / AFP) (AFP/OMAR AL-QATTAA)

Israel telah melancarkan empat serangan militer berkepanjangan di Gaza pada 2008, 2012, 2014, dan 2021.

Serangan tahun 2008 melibatkan penggunaan persenjataan yang dilarang secara internasional, seperti gas fosfor.

Pada 2014, dalam kurun waktu 50 hari, Israel membunuh lebih dari 2.100 warga Palestina, termasuk 500 anak-anak.

Selama  serangan itu, yang disebut Operasi Protective Edge oleh Israel, sekitar 11.000 warga Palestina terluka, 20.000 rumah hancur, dan setengah juta orang mengungsi.

Serangan terbaru Israel berlangsung sejak 7 Oktober 2023 hingga saat ini.

Hingga saat ini, lebih dari 41.900 warga Palestina tewas akibat serangan brutal Israel.

Sementara, lebih dari 97.300 lainnya terluka dan 10.000 lainnya masih hilang, diduga tewas di bawah reruntuhan.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini