News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Bisnis Seret, Israel Curhat Ditinggal Para Turis Buntut Serangan Rudal Hizbullah

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasca perang meluas banyak negara di dunia yang mulai melarang warganya berlibur ke wilayah Israel. Alasan ini sektor bisnis pariwisata Israel sangat terdampak lantaran hampir tidak adanya pariwisata asing.

Selain banyaknya perusahaan yang tutup, aktivitas korporasi di berbagai sektor juga menurun drastis sejak dimulainya perang.

EO perusahaan informasi bisnis CofaceBDI, Yoel Amir mengonfirmasi bahwa dalam jajak pendapat terkini, sekitar 56 persen manajer perusahaan komersial di Israel mengatakan telah terjadi penurunan signifikan dalam upaya kegiatan mereka sejak dimulainya perang.

Ia menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Israel saat ini tengah menghadapi tantangan yang sangat sulit.

Hal ini diperparah dengan adanya kekurangan tenaga kerja, penurunan penjualan, masalah transportasi dan logistik, kekurangan bahan baku, ditambah dengan munculnya masalah lonjakan suku bunga tinggi dan biaya pembiayaan tinggi.

Apabila permasalahan ini terus terjadi dan tak segera diatasi dengan bijak, para analis memprediksi bahwa pada akhir tahun 2024, sekitar 60.000 perusahaan di Israel akan tutup permanen.

Ekonomi Israel Diambang Kehancuran

Lebih lanjut konflik Israel vs Hizbullah juga membuat negara zionis ini perlahan mengalami kerugian finansial.

Di antaranya pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran yang melonjak.

Tercatat selama beberapa bulan terakhir, anggaran militer Israel mengalami pembengkakan sebesar 582 miliar shekel atau sekitar 155 miliar dolar AS untuk digunakan membeli perlengkapan dan alat tempur serta membiayai perekrutan tentara cadangan yang akan dikirim ke Gaza.

Dampaknya perekonomian Israel kini berada di ambang kehancuran, sejak Oktober hingga Juli kemarin defisit atau pengeluaran negara membengkak mencapai 8,1 persen  jadi 8,5 miliar shekel atau naik 2,2 miliar dolar AS dari produk domestik bruto (PDB).

Angka tersebut melesat jauh dari target defisit Israel di tahun 2024 yang hanya dipatok 6,6 persen.

Imbas pembengkakan anggaran perang, banyak pihak menilai negara Zionis ini akan jatuh ke jurang inflasi lantaran pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran melonjak, sementara sektor-sektor seperti pariwisata, pertanian, dan konstruksi merosot.

Kondisi tersebut yang mendorong S&P mempertahankan prospek Israel pada tingkat "negatif", mencerminkan ketidakpastian lebih lanjut terkait situasi keamanan di kawasan tersebut.

Sementara ahli ekonomi Moody’s memperkirakan pemangkasan kredit akan berlanjut seiring melambatnya pertumbuhan PDB riil Israel yang hanya tumbuh sebesar 0,5 persen tahun ini.

"Dalam jangka panjang, kami melihat bahwa ekonomi Israel akan melemah lebih lama daripada yang diperkirakan sebelumnya," kata Moody's,sebagaimana dilansir dari The Times Of Israel.
 
 (Tribunnews.com/ Namira Yunia)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini