TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto memperingatkan, masuknya Ukraina menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara akan memicu Perang Dunia Ketiga.
Menurut Szijjarto, NATO dan Rusia bisa terlibat pertempuran langsung apabila Ukraina diterima sebagai anggota NATO.
Hungaria adalah salah satu negara NATO. Namun, Szijjarto mengatakan Hungaria sejak awal perang Rusia-Ukraina sudah mengambil batasan yang jelas.
Salah satu batasan itu ialah melakukan apa pun diperlukan untuk mencegah perang langsung antara NATO dan Rusia.
“Jadi jika Ukraina menjadi anggota NATO, itu artinya konfrontasi langsung antara NATO dan Rusia, dan itu akan berarti Perang Dunia Ketiga. Kami hanya ingin menghindarinya,” ujar Szijjarto ketika diwawancarai RIA Novosti, dikutip dari Sputnik News.
Dia mengatakan rekan-rekannya dari negara-negara NATO berbincang tentang kemungkinan masuknya Ukraina sebagai anggota NATO. Namun, mereka mengakui bahwa hal itu mustahil.
Adapun Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte pada awal Oktober ini menyebut akan tiba saatnya Ukraina menjadi anggota penuh NATO dan Rusia tak bisa mencegahnya.
Akan tetapi, Rutte tidak mengungkapkan kapal Ukraina diundang menjadi anggota NATO. Suatu negara baru bisa menjadi anggota NATO jika seluruh anggota NATO menyetujuinya.
Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin berujar jika Ukraina menjadi anggota NATO, hal itu merupakan ancaman bagi keamanan Rusia.
Putin pernah berkata salah satu alasan dia melancarkan “operasi militer khusus” ke Ukraina ialah adanya kemungkinan Ukraina menjadi anggota NATO.
Rusia baru-baru ini mengubah doktrin nuklirnya. Kata Putin, Rusia berhak menggunakan senjata nuklir jika ada agresi, termasuk jika musuh menggunakan senjata konvensional dan memunculkan ancaman besar bagi kedaulatan negaranya.
Baca juga: Eks Sekjen NATO: Ukraina Mesti Serahkan Sebagian Wilayahnya ke Rusia
Sebelumnya, mantan agen intelijen itu menyampaikan usulan tentang penyelesaian damai dalam konflik di Ukraina.
Putin berkata Rusia akan segera melakukan gencatan senjata dan siap duduk di meja perundingan jika pasukan Ukraina mundur dari wilayah baru Rusia.
Kemudian, syarat lainnya adalah Ukraina harus berjanji melenyapkan keinginannya untuk menjadi engara NATO, melakuan demilitarisasi, denazifikasi, dan memberlakukan status negara nonnuklir.
Szijjarto mengatakan risiko-risiko di atas bisa ditiadakan jika konflik bersenjata di Ukraina diakhiri dengan penyelesaian secara damai.
Menurutnya, masyarakat internasional harus lebih memperhatikan cara mencari solusi diplomatik karena tidak ada solusi di medan perang.
Seperti Szijjarto, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban sebelumnya pernah berkata Ukraina tak akan mampu menang di medan tempur. Oleh karena itu, dia meminta Ukraina untuk bernegosiasi saja.
Adapun setelah konferensi di Washington D.C., Amerika Serikat (AS), para pemimpin NATO dalam pernyataan bersama menyebutkan bahwa NATO akan terus mendukung Ukraina menjadi anggota NATO.
Kata mereka, Ukraina akan segera diundang bergabung jika negara bekas Uni Soviet itu sudah memenuhi persyaratan ekonomi, keamanan, reformasi demokrasi, dan seluruh anggota menyetujuinya.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kembali meminta negara-negara NATO akan mengizinkan senjata kiriman NATO boleh digunakan untuk menyerang target yang berada di dalam wilayah Rusia.
Sejauh ini AS dan negara NATO lainnya masih menolak permintaan Zelensky.
(Tribunnews/Febri)