TRIBUNNEWS.COM, MANILA - Filipina kini sedang dilanda Badai Tropis Tami dan menyebabkan sejumlah kota di Filipina terendam air, Jumat, 25 Oktober 2024. Sebanyak 40 orang dilaporkan tewas dan puluhan ribu warga harus mengungsi.
Petugas penyelamat Filipina berjuang mengatasi banjir yang datang untuk menjangkau warga yang masih terjebak di atap rumah mereka saat Badai Tropis Trami bergerak ke laut.
Puluhan ribu orang masih mengungsi setelah menyelamatkan diri dari banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang menyebabkan curah hujan selama dua bulan hanya dalam dua hari di beberapa daerah.
“Banyak yang masih terjebak di atap rumah mereka dan meminta bantuan,” kata Brigadir Jenderal Andre Dizon, direktur polisi untuk wilayah Bicol yang terkena dampak paling parah kepada AFP.
Pihaknya berharap banjir akan surut hari ini, karena hujan sudah berhenti.
Akses yang serba terbatas masih menjadi masalah utama bagi tim penyelamat Filipina sepanjang hari ini, Jumat 25 Oktober 2024 untuk menyelamatkan warga yang terjebak banjir, khususnya di wilayah Bicol.
“Ada longsor di daerah yang sebelumnya tidak pernah longsor… jadi saya kira tanahnya sudah jenuh sempurna, air tidak bisa kemana-mana,” kata Presiden Ferdinand Marcos pada konferensi pers.
Banjir di Kota Naga dan Legazpi dilaporkan menelan banyak korban jiwa. "Namun kami belum bisa melaporkannya,” tambah Marcos.
Badai Tropis Tami Bergeser ke Laut China Selatan
Ketika Badai Tropis Trami meninggalkan Filipina pada dini hari, badai ini bergeser ke barat melintasi Laut Cina Selatan, jumlah korban tewas akibat badai tersebut membengkak seiring dengan bermunculannya laporan baru mengenai korban.
Di Provinsi Batangas di selatan ibu kota Manila, Sersan Polisi Nelson Cabuso mengatakan kepada AFP ad enam mayat tak dikenal telah ditemukan di Desa Sampaloc.
“Wilayah tersebut kemarin dilanda banjir bandang. Masyarakat kami masih berada di lokasi untuk mengecek apakah ada korban jiwa lainnya,” ujarnya.
Banyak wilayah di provinsi tersebut masih tidak dapat diakses oleh tim pencarian dan penyelamatan, media lokal melaporkan.
Lima orang lainnya tewas dalam banjir bandang di desa pesisir Subic Ilaya, kata Kopral Polisi Alvin de Leon, sehingga jumlah korban jiwa menjadi sedikitnya 40 orang, menurut penghitungan AFP dari polisi dan petugas bencana.
Meskipun Manila tampaknya terhindar dari banjir besar yang menyertai Topan Gaemi pada bulan Juli, wartawan AFP pada tanggal 25 Oktober melihat wilayah di selatan ibu kota sebagian besar terendam.
Filipina Dilanda Hujan Dua Bulan
Kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah di Pulau Luzon yang merupakan pulau utama di Filipina tetap tutup pada hari ini, 25 Oktober 2024.
Pemerintah Filipina masih mengeluarkan peringatan gelombang badai di sepanjang pantai barat, dengan potensi gelombang setinggi dua meter.
Pakar badan cuaca Jofren Habaluyas mengatakan kepada AFP bahwa provinsi Batangas telah mengalami “hujan selama dua bulan”, atau 391,3 mm, pada tanggal 24 dan 25 Oktober.
Penghitungan resmi yang dirilis pada tanggal 24 Oktober melaporkan 193.000 orang dievakuasi akibat banjir yang mengubah jalan-jalan menjadi sungai dan mengubur sebagian kota dalam sedimen vulkanik mirip lumpur yang lepas akibat badai.
Banyak dari mereka berada di wilayah Bicol, di mana lebih dari 30.000 orang mengungsi pada tanggal 23 Oktober saja karena banjir yang “sangat tinggi”.
Tim penyelamat di kota Naga dan kotamadya Nabua menggunakan perahu untuk menjangkau warga yang terdampar di atap rumah, banyak dari mereka mencari bantuan melalui postingan Facebook.
Di Kota Lemery, Batangas, seperti dikutip AFP, sekitar 97 km selatan Manila, sebuah rumah sakit terpaksa menolak pasien karena bangsal dan ruang gawat daruratnya kebanjiran.
Dan pencarian seorang nelayan yang hilang yang kapalnya tenggelam di perairan provinsi Bulacan sebelah barat Manila masih ditangguhkan pada 25 Oktober karena arus yang kuat, kata kantor bencana setempat.
Sekitar 20 badai besar dan topan melanda Filipina atau perairan sekitarnya setiap tahun, merusak rumah dan infrastruktur serta menewaskan puluhan orang.
Namun penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa badai di kawasan Asia-Pasifik semakin banyak terjadi di dekat garis pantai, semakin intensif dan berlangsung lebih lama di daratan akibat perubahan iklim.