Sedangkan Wakil Presiden AS Kamala Harris, atau kandidat dari Partai Demokrat menyampaikan apa yang disebutnya "argumen penutup" kepada para pemilih dalam pidatonya, Selasa (29/10/2024) malam di dekat Gedung Putih, VOA melaporkan.
Harris mencoba menghubungkan kisah pribadinya dengan bagaimana ia akan memimpin negara.
Banyak warga Amerika masih mengatakan mereka ingin mengetahui lebih banyak tentang Kamala Harris dan rencananya.
Mengingat ia menjalankan kampanye dalam jangka waktu yang sangat singkat,
Pidatonya dinilai tidak menyampaikan kebijakan yang lebih spesifik.
Ia sekali lagi berpendapat bahwa latar belakangnya – seorang anak imigran yang menjadi jaksa – telah mempersiapkannya untuk memenuhi janji-janjinya (sebagai Presiden jika terpilih)
"Sepanjang ingatan saya, saya selalu punya naluri untuk melindungi. Ada sesuatu tentang orang-orang yang diperlakukan tidak adil, atau diabaikan, yang membuat saya jengkel," kata Harris.
"Itulah yang ditanamkan ibu saya dalam diri saya. Dorongan untuk meminta pertanggungjawaban kepada mereka yang menggunakan kekayaan atau kekuasaan mereka untuk mengambil keuntungan dari orang lain," lanjutnya, dikutip dari CNN.
Pidato Harris dan Trump pada menit-menit terakhir dapat mempengaruhi pemilih yang belum menentukan pilihannya, untuk akhirnya menentukan pilihan.
Namun upaya-upaya kampanye itu menarget para pendukung yang sudah berjanji akan memberikan suara pada hari-hari terakhir kampanye atau pada Hari Pemilu bisa menjadi lebih menentukan.
Hampir 49 juta orang telah memberikan suara mereka lebih awal, baik di TPS atau melalui surat, menjelang hari pemilu resmi pada Selasa (5 November), menurut Lab Pemilu Universitas Florida.
Lebih dari 155 juta orang memberikan suara pada pemilu 2020.
Sebelum menuju ke Allentown, Pennsylvania, sebuah kota dengan penduduk mayoritas warga Amerika Latin, Trump berbicara di resor Mar-a-Lago di Florida. Trump menggambarkan Harris sebagai orang yang "sangat tidak kompeten, benar-benar bencana yang mengerikan."
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)