Karena mewarisi ekonomi yang lesu dan terlilit utang setelah satu setengah dekade pemerintahan dengan partai Konservatif, pemerintah Inggris yang dipimpin Keir Starmer dari Partai Buruh telah mengisyaratkan bahwa anggaran belanja untuk tahun depan "akan sulit”. Menteri Keuangan Rachel Reeves sebelumnya telah berbicara tentang "lubang hitam 22 miliar pound [sekitar USD28,57 miliar)" dalam anggaran negara yang ditinggalkan oleh pendahulunya.
Dalam rancangan anggaran belanja yang barui, pemerintah baru harus menyeimbangkan beberapa janji yang dibuat selama kampanye. Pemerintah telah berjanji untuk tidak menaikkan pajak bagi "para pekerja" dan juga berjanji untuk meningkatkan investasi publik dan pinjaman untuk mengatasi kekurangan infrastruktur dan layanan publik yang serius di negara itu.
Anton Muscatelli, rektor Glasgow University, mengatakan bahwa pemerintahan Perdana Menteri Keir Starmer memiliki "peran yang jauh lebih sulit untuk dimainkan dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya." Muscatelli menunjuk pada rasio utang terhadap PDB Inggris yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan saat Partai Konservatif mulai berkuasa pada tahun 2010, dan fakta bahwa pertumbuhan yang buruk selama bertahun-tahun dan investasi publik yang rendah telah menciptakan krisis dalam layanan publik di seluruh Inggris.
"Ada keseimbangan yang sangat sulit untuk dicapai antara janji-janji yang dibuat dalam pemilu…, karena ada sejumlah besar permintaan untuk pengeluaran tambahan untuk biaya sehari-hari di bidang kesehatan, pendidikan, dan layanan utama lainnya," katanya kepada DW.
Musim dingin penuh ketidakpuasan?
Salah satu dari "keputusan sulit" itu misalnya ketika pemerintah bulan Juli lalu mengumumkan akan memangkas pembayaran tunjangan bahan bakar musim dingin bagi sebagian besar pensiunan yang saat ini menerimanya. Kebijakan itu akan memangkas jumlah orang yang menerima tunjangan tersebut dari 11,4 juta menjadi 1,5 juta orang, menghemat lebih dari 1 miliar pound dalam prosesnya.
Keir Starmer baru-baru ini mengatakan bahwa negara harus menghadapi "kenyataan pahit," dan hingga 35 miliar pound diharapkan dalam bentuk kenaikan pajak.
Edward Allenby, ekonom di Oxford Economics, memperkirakan anggaran yang baru akan memiliki dua pilar utama — pengumuman peningkatan besar dalam belanja modal dan kenaikan pajak, yang menurut pemerintah akan diperlukan untuk menutupi pengeluaran sehari-hari. Ia yakin janji Partai Buruh untuk tidak menaikkan pajak "para pekerja" berarti akan ada sorotan besar tentang kenaikan pajak dan dari mana asalnya.
"Setelah mengesampingkan kenaikan pajak di seluruh sumber utama pendapatan pajak, hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa kenaikan pajak yang akan datang akan lebih terkonsentrasi, yang biasanya memicu reaksi media yang lebih besar," katanya kepada DW.
Anton Muscatelli mencatat bahwa Inggris berada di posisi terbawah kelompok negara G7 dalam hal investasi relatif terhadap PDB-nya, masalah yang diperburuk oleh pertumbuhan yang lemah.
"Pemerintah melihat menghidupkan kembali investasi sebagai hal yang sangat penting untuk mendorong sebagian pertumbuhan bagi Inggris, untuk membawa kita ke dalam situasi di mana kita tidak harus terus-menerus berhadapan dengan ekonomi yang tumbuh lebih lambat, yang tidak menghasilkan cukup pendapatan pajak untuk layanan publik," katanya.
Pemerintah berharap tetap ada optimisme
Bagi Keir Starmer dan pemerintahannya, harapannya adalah bahwa sorotan negatif atas kenaikan pajak dan pemotongan belanja akan bisa diimbangi oleh optimisme seputar peningkatan belanja untuk layanan publik, seperti Layanan Kesehatan Nasional (NHS) yang kekurangan dana secara kronis.
Ada juga optimisme, menurut Edward Allenby, bahwa posisi ekonomi Inggris secara keseluruhan tidak seburuk yang diperkirakan. Itu akan memberi pemerintah keleluasaan untuk membuat perubahan besar dalam menyusun anggaran belanja.
"Meskipun kebijakan fiskal diperkirakan akan semakin ketat selama masa jabatan parlemen ini, kami tetap relatif optimis tentang prospek ekonomi Inggris yang lebih luas, jadi saya tidak yakin konsep 'penderitaan' tentu berlaku jika seseorang berpikir di luar sekadar kebijakan fiskal."
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris