News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Donald Trump vs Kamala Harris: Siapa Capres yang Paling Zionis atau Pro-Israel?

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Kamala Harris dan Donald Trump. Donald Trump dan Kamala Harris memiliki rekam jejak dan kebijakan yang signifikan dalam hubungan AS-Israel, namun pendekatan mereka berbeda.

TRIBUNNEWS.COM - Dalam pemilu Amerika Serikat 2024, isu dukungan terhadap Israel kembali menjadi salah satu perdebatan utama antara calon-calon presiden, terutama Donald Trump dan Kamala Harris.

Kedua tokoh politik ini memiliki rekam jejak dan kebijakan yang signifikan terkait hubungan dengan Israel, namun dengan pendekatan yang berbeda.

Donald Trump dikenal sebagai presiden AS yang sangat pro-Israel selama masa jabatannya, terutama karena keputusannya untuk memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem dan pengakuan kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.

Sementara itu, Kamala Harris, sebagai Wakil Presiden di bawah pemerintahan Joe Biden, mendukung keamanan Israel, tetapi lebih condong pada pendekatan diplomatik yang seimbang, termasuk advokasi solusi dua negara.

Tribunnews akan mengulas siapa di antara mereka yang paling mendukung Israel dan bagaimana perbedaan kebijakan mereka memengaruhi hubungan AS-Israel.

Donald Trump

Donald Trump menyambut hangat kedatangan Perdana Menteri (PM) Israel Benyamin Netanyahu di kediamannya di Mar-a-Lago, Florida. (The Statesman)

1. Trump, Sahabat Israel

Trump menganggap dirinya sebagai "presiden paling pro-Israel dalam sejarah AS" menurut sebuah video yang diunggahnya di platform media sosialnya, Truth Social, DW melaporkan.

2. Pemindahan Kedutaan Besar AS

Pada Desember 2017, Donald Trump yang saat itu menjabat sebagai presiden, mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Kemudian, pada 14 Mei 2018, Amerika Serikat membuka kedutaan besarnya yang baru di Yerusalem, Reuters melaporkan.

Langkah itu membuat senang warga Israel tetapi membuat marah warga Palestina.

Trump bertindak berdasarkan undang-undang tahun 1995 yang mengharuskan Amerika Serikat memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.

Namun, presiden-presiden sebelumnya — Bill Clinton, George W. Bush, dan Barack Obama — secara konsisten menandatangani pengecualian.

Baca juga: Profil 5 Capres Amerika Serikat 2024, Siapa yang Paling Berpeluang Menang?

3. Pengakuan Dataran Tinggi Golan

Pada 25 Maret 2019, Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump secara resmi mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah kedaulatan Israel, mengutip Al Jazeera.

Ini menjadi pertama kalinya sebuah negara mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.

Pada tahun 1981, pemerintah Israel mengesahkan Undang-Undang Dataran Tinggi Golan, aneksasi de facto wilayah tersebut.

Namun, menurut hukum internasional, Dataran Tinggi Golan dipandang sebagai bagian dari Suriah, meskipun telah berada di bawah pendudukan militer Israel sejak Perang Arab-Israel 1967.

4. Perjanjian Abraham

Abraham Accords atau Perjanjian Abraham merupakan serangkaian perjanjian untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab, mengutip Britannica.

Perjanjian tersebut ditandatangani pada paruh kedua tahun 2020 dan berisi perjanjian bilateral antara Israel dan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.

Nama perjanjian tersebut diberikan dengan merujuk pada nenek moyang bersama orang Yahudi dan Arab, Abraham dalam Alkitab, dan sebagai ungkapan persaudaraan.

Abraham Accords dipromosikan sebagai pencapaian bersejarah bagi perdamaian Timur Tengah dan dipandang luas menguntungkan bagi Israel.

5. Penarikan Diri dari Kesepakatan Iran

Amerika Serikat mengumumkan penarikannya dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), juga dikenal sebagai "kesepakatan nuklir Iran" atau "kesepakatan Iran", pada 8 Mei 2018, The New York Times melaporkan.

JCPOA adalah perjanjian tentang program nuklir Iran yang dicapai pada Juli 2015 oleh Iran dan P5+1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu China, Prancis, Rusia, Inggris, Amerika Serikat, serta Jerman).

Langkah tersebut didukung kuat oleh pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Israel telah lama menentang kesepakatan tersebut, menganggap Iran sebagai ancaman.

Kamala Harris

Kamala Harris bersama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di kantornya di Yerusalem, November 2017. (Amos Ben Gershom/GPO)

1. Sejalan dengan Pemerintahan Joe Biden

Mengutip opendemocracy.net, sebagian besar sikap Kamala Harris tentang Palestina dianggap sebagai representasi dari Joe Biden.

Bahkan, pejabat pemerintahan Biden sendiri telah menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang jelas antara posisi Harris dan posisi Biden tentang perang Israel di Gaza.

2. Sebut Israel Berhak Membela Diri

Pada Agustus 2024, Kamala Harris menyampaikan pernyataan paling kuat sejauh ini tentang pendiriannya terhadap perang Israel-Hamas dan krisis kemanusiaan di Gaza.

Baca juga: Sehari Jelang Pilpres AS Valuasi Truth Social Milik Donald Trump Melonjak, Kalahkan X

“Saya tegaskan, saya akan selalu mendukung hak Israel untuk membela diri, dan saya akan selalu memastikan Israel memiliki kemampuan untuk membela diri,” ujarnya, mengutip NPR.

3. Mengekspresikan Empati terhadap Warga Palestina dan Menyerukan Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Namun pada saat yang sama, berbeda dengan Trump, Harris dan pemerintahan Biden menyoroti penderitaan rakyat Palestina dan menyerukan peningkatan bantuan.

"Apa yang terjadi di Gaza dalam 10 bulan terakhir sangat menghancurkan. Begitu banyak nyawa tak berdosa yang hilang. Skala penderitaannya sangat memilukan," katanya.

4. Menyoroti Kerja Sama Erat AS-Israel dalam Perang Melawan Hamas

Menurut publikasi Middle East Institute, Harris memuji tewasnya pemimpin Hamas, Sinwar, dan menyoroti kerja sama erat antara kedua negara yang turut menghasilkan momen tersebut.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini