TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah warga Gaza buka suara soal Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS).
Perang Israel di Gaza semakin tidak populer di Amerika Serikat, khususnya di kalangan anak muda Amerika.
Meski begitu, baik pimpinan Demokrat maupun Republik bersikeras bahwa mereka sepenuhnya mendukung Israel.
Tapi mereka juga menyerukan diakhirinya konflik yang telah menyebar ke Lebanon.
Di AS, banyak warga Amerika Arab dan Muslim, serta kaum progresif pro-Palestina lainnya, menganggap pemerintahan Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris bertanggung jawab karena tidak berbuat lebih banyak untuk menghentikan pertumpahan darah.
Banyak yang mengatakan mereka tidak dapat memilih kandidat tersebut dalam Pemilu AS 2024, meskipun kandidat Republik Donald Trump telah dengan tegas berada di kubu pro-Israel.
Hal itu telah menyebabkan perdebatan sengit mengenai tindakan terbaik yang harus diambil oleh mereka yang menginginkan agar Israel dipaksa menghentikan serangan militernya terhadap Palestina dan Lebanon.
Namun, bagaimana dengan tempat-tempat yang paling terpengaruh oleh kebijakan siapa pun yang akan dipilih rakyat Amerika untuk menjadi presiden berikutnya pada tanggal 5 November?
Dikutip dari Al Jazeera, ini kata warga di Gaza tentang Pemilu AS 2024.
Penduduk Jabalia: Jika Trump menang, bencana telah menimpa kami
Al Jazeera bertanya kepada tiga warga Gaza, salah satunya Ammar Joudeh, dari Jabalia.
"Jika Trump menang, bencana telah menimpa kami," katanya.
Baca juga: Pemilu AS 2024, Narapidana di Los Angeles County Nyoblos di Penjara
Menurutnya, kepresidenan Trump membawa bencana bagi perjuangan Palestina.
Sebab, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dan normalisasi dengan negara-negara Arab meningkat.
"Jika Trump menang, kami akan terusir ke Semenanjung Sinai (di Mesir),"
"Israel telah melaksanakan sebagian besar rencana Trump untuk mengusir kami dari Gaza utara. Jika Trump kembali menjabat, dia akan menyelesaikan rencananya," ucapnya.
Sudah lebih dari setahun perang Israel-Hamas di Gaza telah berlalu, dan warga Gaza masih terkurung – tidak ada pekerjaan, tidak ada air, tidak ada tempat yang aman, bahkan tidak ada makanan.
"Kesedihan kami sangat dalam," ungkap Joudeh.
Penduduk Kota Gaza: Tidak ada presiden Amerika yang akan mendukung kami
Warga Gaza lainnya yang tinggal di Kota Gaza, Tahani Arafat, mengakui sudah tidak mampu bersikap optimisme.
"Diskusi saat ini hanya tentang mengakhiri konflik Lebanon, seolah-olah kami tidak ada," ungkapnya.
Namun, ia berharap Trump dapat mengakhiri perang atau menemukan solusi cepat.
"Konflik dimulai di bawah Biden dan telah berkecamuk selama delapan bulan tanpa ada intervensi," lanjut Arafat.
"Jika AS benar-benar mendesak untuk menghentikannya, itu akan berakhir lebih awal," katanya.
"Sebaliknya, kita menanggung perang, pemusnahan di depan mata, dan Israel menerima dukungan militer yang tak tergoyahkan," tuturnya.
Partai Demokrat berbicara tentang perdamaian, ia melanjutkan, tetapi menurutnya itu semua tak ada artinya.
"Masa jabatan Biden adalah yang terburuk bagi kami; mungkin Trump akan lebih tegas," katanya.
"Tidak ada presiden Amerika yang akan mendukung kita," ungkap Arafat.
Penduduk kamp pengungsi Shati: Bagi dunia, penderitaan kami tidak terlihat
Ada lagi penduduk kamp pengungsi Shati, Imad al-Dayah yang begitu berharap perang segera berakhir.
"Kepada rakyat Amerika, saya ingin mengatakan: dukunglah agar perang ini segera berakhir, terlepas dari siapa pun yang memenangkan pemilihan," tuturnya.
"Masa jabatan Trump adalah bencana bagi kami. Saya harap dia tidak pernah kembali, karena dia hanya akan memenuhi tuntutan Israel," ungkapnya.
"Sungguh tragis bahwa menghentikan genosida dan mengakhiri perang selama setahun di Gaza bergantung pada perubahan politik," lanjut Shati.
"Bagi dunia, penderitaan kita tidak terlihat, tetapi setiap hari yang berlalu dipenuhi dengan darah, air mata, dan pemakaman – sebuah kebenaran yang harus diingat semua orang," katanya.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)