TRIBUNNEWS.COM - Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) 2024 memberikan imbas langsung ke sejumlah negara.
Satu di antaranya yang langsung mengantisipasi kemenangan calon presiden dari Partai Republik tersebut adalah Pemerintah Kanada.
Hal ini dilakukan pemerintah Kanada guna mengantisipasi kemungkinan lonjakan migran yang mencari suaka ke wilayahnya setelah terusir dari AS.
Dikutip dari AFP, Pemerintah Kanada mulai mengantisipasi peningkatan jumlah pencari suaka yang diperkirakan naik drastis karena janji pemerintahan baru Donald Trump yang kerap menggaungkan deportasi massal.
Problematika imigran ilegal yang masuk ke Kanada bukanlah masalah baru bagi Pemerintahan Perdana Menteri Justin Trudeau.
Pemerintah Trudeau yang memulai periode kinerjanya pada 2015 lalu sudah berpengalaman menghadapi masalah tersebut pada masa jabatan pertama Trump .
Di masa jabatan pertama Trump dari 2017 hingga 2021, puluhan ribu migran, termasuk orang Haiti yang dicabut perlindungannya di AS juga sempat melarikan diri ke Kanada.
Namun demikian, masalah imigran ini lama kelamaan menjadi momok di Kanada.
Melansir data dari Reuters, Kanada saat ini juga sudah menghadapi krisis pengungsi seperti di AS.
Tercatat hampir 20.000 orang pengungsi masuk ke negara mereka pada bulan Juli lalu, dengan lebih dari 250.000 lainnya masih tertunda masuk ke wilayah Kanada.
Angka tersebut juga memecahkan rekor jumlah pengungsi ke Kanada dalam kurun waktu satu bulan.
Baca juga: Pasca Donald Trump Menang di Pilpres AS 2024, Pencarian Google Cara Pindah ke Kanada Melonjak
Khawatir akan makin meningkatnya jumlah pengungsi limpahan dari negeri tetangganya, kini pihak berwenang Kanada mulai memerketat penjagaan perbatasannya dengan AS ke kondisi siaga tinggi.
“Kami dalam kondisi siaga tinggi. Semua mata kami tertuju pada perbatasan untuk melihat apa yang akan terjadi... karena kami tahu bahwa sikap Trump terhadap imigrasi bisa meningkatkan migrasi ilegal dan tidak teratur ke Kanada,” kata seorang juru bicara Kepolisian Royal Canadian, Sersan Charles Poirier, kepada kantor berita AFP.
Poirier mengaku pihaknya juga sudah siap mengantisipasi resiko terburuk dari kebijakan deportasi massal Donald Trump tersebut.
"Skenario terburuknya adalah jika orang-orang melintasi perbatasan dalam jumlah besar di seluruh wilayah. Misalnya, jika ada 100 orang yang masuk per hari melintasi perbatasan, maka itu akan sangat sulit karena petugas kami harus menutupi jarak yang sangat jauh untuk menangkap semua orang," tambahnya.
Wakil Perdana Menteri Kanada, Chrystia Freeland juga sudah melakukan sejumlah manuver untuk mengantisipasi lonjakan pengungsi pasca Donald Trump kembali menjadi Presiden AS.
Pada Jumat (8/11/2024), Chrystia juga telah bertemu dengan jajaran menteri terkait untuk menangani masalah-masalah rumit yang mungkin muncul antara Kanada dan pemerintahan Trump yang akan datang.
Chrystia mengaku bahwa Pemerintah Kanada siap menghadapi kemungkinan lonjakan kedatangan migran.
“Kami memiliki rencana,” katanya setelah pertemuan tersebut, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Chrystia juga meyakinkan Warga Kanada agar tidak khawatir dengan risiko peningkatan imigran ilegal yang bakal masuk ke negaranya nanti.
“Warga Kanada perlu tahu... perbatasan kami aman dan terkendali, dan kami akan terus mengendalikannya.” pungkas Chrystia.
Pencarian Google tentang Imigrasi ke Kanada Meningkat Tajam
Seiring dengan kemenangan Donald Trump pada Pilpres AS 2024, angka pencarian di Google terkait cara cara pindah ke Kanada dari AS pun meningkat tajam.
Setidaknya angka pencarian terhadap pertanyaan tersebut naik hingga sepuluh kali lipat setelah pemilu, dengan banyak pertanyaan tentang imigrasi dan layanan relokasi.
Peningkatan pencarian tentang "cara pindah ke Kanada" di Google tercatat melonjak drastis sebanyak 1.270 persen dalam kurun waktu 24 jam setelah pemungutan suara di Pantai Timur AS ditutup pada Selasa (5/11/2024).
Menurut Google, pencarian terkait cara pindah ke Selandia Baru juga meningkat hampir 2.000 persen.
Sementara itu, pencarian tentang cara pindah ke Australia melonjak sebesar 820 persen.
Dikutip dari Reuters, pada malam Rabu di Pantai Timur AS, pencarian Google tentang emigrasi untuk ketiga negara tersebut mencapai angka tertinggi yang pernah tercatat.
Google tidak memberikan angka pasti, namun data dari situs web Imigrasi Selandia Baru menunjukkan bahwa pada 7 November, sekitar 25.000 pengguna baru dari AS mengakses situs tersebut.
Beberapa pengacara imigrasi juga melaporkan menerima banyak pertanyaan.
"Setiap setengah jam ada email baru yang masuk," kata Evan Green, mitra pengelola di firma hukum imigrasi terbesar di Kanada, Green and Spiegel.
Kanada Jadi Negara Tujuan Nomor Satu
Kanada sendiri kembali menempati posisi teratas dalam daftar negara yang paling banyak dipilih oleh warga Amerika sebagai tujuan mereka setelah hasil pemilihan Presiden yang mengecewakan, dengan satu dari lima orang memilih negara ini.
Inggris berada di urutan kedua, sementara Jepang, yang saat ini menjadi destinasi populer wisata Asia, menempati posisi ketiga.
Dikutip dari CNBC, Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan ekonomi yang sangat homogen secara etnis dan maju, dengan tingkat imigrasi yang rendah.
Namun, seiring dengan perubahan demografi yang disebabkan oleh populasi yang menua dan penurunan jumlah tenaga kerja, negara ini mulai membuka peluang bagi warga asing.
Pada awal tahun ini, Jepang meluncurkan visa untuk "Digital Nomaden" yang memungkinkan warga negara asing yang memenuhi syarat untuk tinggal di negara tersebut hingga enam bulan.
Program ini diperuntukkan bagi mereka yang bekerja untuk perusahaan non-Jepang dan memiliki penghasilan tahunan minimal 10 juta yen atau sekitar Rp1 miliar.
Berikut adalah daftar negara yang paling diminati oleh responden untuk pindah, jika calon presiden pilihan mereka kalah dalam pemilu:
1. Kanada
2. Inggris Raya
3. Jepang
4. Australia
5. Italia
6. Irlandia
7. Selandia Baru
8. Swiss
9. Spanyol
10. Perancis
11. Swedia
12. Jerman
13. Belanda
14. Kosta Rika
15. Meksiko
Korea Selatan juga masuk dalam daftar, menduduki posisi ke-21, diikuti oleh Filipina di posisi ke-22 dan Thailand di posisi ke-23.
(Tribunnews.com/Bobby)