Israel Izinkan Geng Bersenjata Menjarah Truk Bantuan di Gaza, Otoritas Palestina: IDF Malah Kutip Jatah
TRIBUNNEWS.COM - Otoritas Palestina (PA) menuduh tentara Israel (IDF) pada hari Selasa mengizinkan geng-geng bersenjata menjarah truk-truk bantuan di Jalur Gaza yang diblokade .
Selain itu, PA juga menuduh IDF malah meminta 'jatah' dengan mengutip biaya ke geng-geng tersebut dari hasil penjarahan yang dilakukan.
"Tentara mengizinkan geng-geng bersenjata mencuri truk-truk bantuan dan barang-barang serta mengenakan biaya," kata Ismail Thawabteh, yang mengepalai kantor media pemerintah Gaza, kepada Anadolu, dikutip RNTV, Selasa (12/11/2024).
Baca juga: Ribuan Tentara Cadangan Israel Menolak Bertugas, Al Qassam Sikat Puluhan IDF dari Jarak Dekat
Ia mengatakan pasukan Israel mencegah petugas polisi Palestina dan perusahaan-perusahaan keamanan swasta mengamankan truk-truk bantuan dan mengancam akan menargetkan mereka.
"Strategi ini sesuai dengan kebijakan (Israel) yang sengaja membuat warga Palestina kelaparan , dan menegaskan bahwa tujuannya adalah untuk mencegah pengiriman bantuan," tambahnya.
Beberapa polisi dan petugas keamanan Palestina tewas dalam serangan-serangan Israel saat menjaga truk-truk bantuan di Gaza.
Bulan lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan tentang kelaparan yang "tidak dapat ditoleransi" di daerah kantong Palestina itu. "Khawatir dengan temuan laporan IPC
"(Integrated Food Security Phase Classification) hari ini bahwa pengungsian yang tinggi dan pembatasan aliran bantuan kemanusiaan berarti orang-orang di Gaza menghadapi tingkat kelaparan yang sangat parah," tulis Guterres di X.
Israel telah melanjutkan serangannya yang menghancurkan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Serangan itu telah menewaskan lebih dari 43.600 korban dan membuat daerah kantong itu hampir tidak dapat dihuni. Israel menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang mematikannya di Gaza.
Baca juga: Seputar Generals Plan, Rencana Kejam Israel dalam Operasi Kelaparan dan Pemusnahan Gaza
Rencana Kejam Membuat Warga Gaza Mati Kelaparan
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dilaporkan sedang memeriksa proposal untuk menutup bantuan kemanusiaan ke Gaza utara, dengan tujuan membuat ratusan ribu orang yang tidak bisa meninggalkan rumah mereka mati kelaparan.
Dalam proposal tersebut, yang dilihat oleh Associated Press, warga yang masih berada di Gaza utara akan diklasifikasikan sebagai kombatan.
Artinya, tentara Israel diperbolehkan menembak mereka.
Warga pun akan dilarang mengakses makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar.
Proposal itu dibuat oleh sekelompok pensiunan jenderal Israel.
Mereka menyerukan agar Israel tetap mengendalikan Gaza utara dalam waktu yang tidak terbatas untuk membentuk administrasi baru, sehingga membagi Jalur Gaza menjadi dua bagian.
Media Israel melaporkan bahwa Netanyahu mengatakan dalam sesi tertutup komite parlemen bahwa ia sedang mempertimbangkan rencana tersebut.
Otoritas Israel yang mengetahui masalah tersebut mengatakan sebagian dari rencana itu bahkan sudah dilaksanakan.
Rencana tersebut memberi warga Palestina waktu seminggu untuk meninggalkan sepertiga utara Jalur Gaza, termasuk Kota Gaza, sebelum mendeklarasikan wilayah tersebut sebagai zona militer tertutup.
Israel telah mengeluarkan banyak perintah evakuasi untuk wilayah Gaza utara selama satu tahun ini, dan yang terbaru adalah pada hari Minggu (6/10/2024).
Pasukan Israel memperluas serangan militer brutal mereka di Gaza utara pada hari Minggu pagi, setelah menewaskan 300 orang selama sembilan hari dalam serangan darat yang semakin intensif yang menargetkan kamp pengungsi Jabalia.
Baca juga: Jerman Sebut Warga Sipil yang Terbakar Setelah Pemboman Israel di Gaza Sebagai Hal yang Mengerikan
Tank-tank Israel bergerak menuju tepi utara Kota Gaza, sementara serangan udara dari atas terus berlanjut.
Penduduk mengatakan mereka terisolasi dari wilayah Gaza lainnya.
Mereka mengatakan bahwa pasukan Israel tidak mengizinkan siapa pun masuk atau keluar dari wilayah utara.
Tidak ada truk makanan, air, atau obat-obatan yang memasuki wilayah utara sejak 30 September, menurut PBB.
Sejauh ini, sangat sedikit warga Palestina yang mematuhi perintah evakuasi terbaru.
Sebab, banyak yang takut bahwa tidak ada lagi tempat yang aman untuk dituju dan mereka tidak akan pernah diizinkan kembali.
"Semua warga Gaza takut dengan rencana itu," kata Jomana Elkhalili, seorang pekerja bantuan Palestina berusia 26 tahun untuk Oxfam yang tinggal di Kota Gaza bersama keluarganya.
"Namun, mereka tidak akan melarikan diri. Mereka tidak akan membuat kesalahan lagi. Kami tahu tempat lain di sana tidak aman," katanya.
"Itulah sebabnya orang-orang di utara mengatakan lebih baik mati daripada pergi."
Philippe Lazzarini, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina, mengatakan pada hari Kamis bahwa hanya sekitar 100 warga Palestina yang telah melarikan diri dari utara sejak Minggu.
"Setidaknya 400.000 orang terjebak di daerah itu," kata Lazzarini.
"Dengan hampir tidak ada persediaan dasar yang tersedia, kelaparan menyebar."
Kelompok HAM Khawatir Israel Menggunakan Makanan sebagai Senjata
Mengutip PressTV, kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa rencana tersebut kemungkinan akan membuat warga sipil kelaparan.
Rencana itu juga bertentangan dengan hukum internasional, yang melarang penggunaan makanan sebagai senjata dan pemindahan paksa.
Baca juga: Hamas Sebut Pembunuhan Anak-anak Saat Bermain di Gaza oleh Israel Sebagai Kejahatan Mengerikan
Fakta bahwa Israel secara sengaja membatasi makanan ke Gaza merupakan inti dari kasus genosida yang diajukan terhadapnya di Mahkamah Internasional.
Pihak berwenang Israel mengatakan bahwa jika strategi tersebut berhasil di Gaza utara, strategi itu dapat ditiru di wilayah lain, termasuk kamp-kamp tenda di selatan yang menampung ratusan ribu warga Palestina.
Agresi Israel terhadap Gaza dimulai pada Oktober tahun lalu, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 42.000 orang.
Lebih dari 98.000 orang lainnya juga terluka sejak saat itu.
(oln/anadolu/rntv/*)