TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dikabarkan akan menyusun rencana untuk melanjutkan aneksasi wilayah Palestina di Tepi Barat.
Kabar ini muncul setelah Donald Trump kembali terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), sekutu utama Israel.
"Perdana Menteri Israel mendukung seruan dari para menterinya untuk memaksakan kedaulatan Israel atas Tepi Barat tahun depan setelah Presiden AS Donald Trump menjabat," lapor surat kabar Israel, KAN, Rabu (13/11/2024).
Dalam pembicaraan pribadi baru-baru ini, Netanyahu mengatakan masalah kedaulatan di Tepi Barat harus kembali menjadi agenda begitu Donald Trump berada di Gedung Putih.
Hal ini menyelaraskan Netanyahu dengan anggota koalisi yang telah mendorong langkah seperti itu tahun depan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, mengatakan kemenangan Donald Trump akan menciptakan peluang utama bagi Israel untuk mencaplok Tepi Barat.
Selain sebagai Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich memegang jabatan di Kementerian Pertahanan Israel untuk mengawasi administrasi Tepi Barat yang diduduki dan permukimannya.
“Kami hampir menerapkan kedaulatan pada pemukiman di Yudea dan Samaria selama masa jabatan terakhir Donald Trump, dan sekarang saatnya untuk mewujudkannya,” tulisnya di media sosial X pada Senin (11/11/2024).
“(Tahun) 2025: tahun kedaulatan di Yudea dan Samaria,” lanjutnya, menggunakan nama Alkitab yang digunakan Israel untuk merujuk ke Tepi Barat yang diduduki.
Selain itu, Menteri Keamanan Nasional Israel yang merupakan ekstremis Zionis, Itamar Ben-Gvir, juga menyambut kemenangan Donald Trump sebagai jalan menuju pencaplokan Tepi Barat.
Kemenangan Donald Trump telah mendorong para pemimpin sayap kanan Israel untuk mendorong pencaplokan dan perluasan permukiman Tepi Barat.
Baca juga: Dubes AS Mike Huckabee: Donald Trump Akan Bantu Israel Caplok Tepi Barat
Rencana untuk memperluas pencaplokan wilayah atas pemukiman Lembah Yordan dan Tepi Barat dimulai sejak 2020, ketika Netanyahu meminta persetujuan Donald Trump untuk melangkah maju.
KAN melaporkan rencana aneksasi siap dilaksanakan.
"Pada tahun 2020, sebagai bagian dari 'Kesepakatan Abad Ini', Donald Trump, tim Wakil Perdana Menteri Yariv Levin, yang bekerja sama dengan pejabat AS, menyiapkan peta, peraturan, dan rancangan resolusi pemerintah," lapor KAN.
Rencana tersebut mencakup jalan akses dan zona perluasan potensial untuk setiap pemukiman.
Sebelum Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan sebelum serangan Israel di Jalur Gaza, setidaknya ada lebih dari 700.000 pemukim Israel tinggal di Tepi Barat.
Mereka tinggal di 150 pemukiman dan 128 pos terdepan, yang merupakan perkemahan darurat yang terdiri dari satu karavan hingga beberapa bangunan yang dibangun di tanah Palestina, seperti diberitakan Al Jazeera.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 43.712 jiwa dan 103.258 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Kamis (14/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel