TRIBUNNEWS.COM - Pada Selasa (26/11/2024), Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden mengumumkan bahwa gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah di Lebanon akan mulai berlaku pada Rabu (27/11/2024), pukul 04.00 pagi waktu Lebanon, atau pukul 09.00 waktu Indonesia.
Dalam pidatonya, Biden menyebutkan bahwa kesepakatan ini merupakan langkah penting untuk menghentikan konflik yang menelan banyak korban jiwa dan menghancurkan infrastruktur di kedua negara.
"Saya punya kabar baik untuk dilaporkan dari Timur Tengah,"
"Saya baru saja berbicara dengan perdana menteri Israel dan Lebanon dan saya senang mengumumkan bahwa pemerintah mereka telah menerima usulan AS untuk mengakhiri konflik yang menghancurkan," ujarnya dalam sambutannya di Rose Garden, dikutip dari CNN.
Gencatan senjata yang dijadwalkan berlangsung selama 60 hari ini mengharuskan tentara Lebanon untuk mengambil alih kendali wilayah mereka di selatan.
"Selama 60 hari ke depan, tentara Lebanon akan mengambil alih kendali wilayah mereka sendiri," kata Biden.
Presiden dari Partai Demokrat itu menambahkan bahwa kesepakatan ini dirancang untuk menjadi penghentian permusuhan secara permanen.
Keputusan ini muncul setelah Israel dan Hizbullah sepakat mengenai kesepakatan yang telah dibahas dalam diskusi intensif pada malam sebelumnya.
Gencatan senjata ini diharapkan dapat membawa perdamaian yang lebih stabil di wilayah yang telah lama bergejolak ini.
Namun, semua pihak tetap waspada dan bersiap untuk bertindak jika terjadi pelanggaran.
Gencatan senjata ini, jika berhasil, dapat menjadi langkah awal menuju pengakhiran konflik yang berkepanjangan di kawasan tersebut.
Baca juga: Netanyahu Siap Gencatan Senjata dengan Hizbullah
Namun, tantangan besar masih tetap ada di depan.
Tanggapan Israel dan Lebanon
Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, memberikan apresiasi terhadap peran aktif AS dalam mencapai kesepakatan ini.
"Terima kasih atas keterlibatan Amerika Serikat dalam memperoleh perjanjian gencatan senjata di Lebanon," ungkapnya.