Kekebalan ini juga berlaku untuk menteri-menteri terkait lainnya dan harus diperhitungkan jika ICC meminta Prancis untuk menangkap dan menyerahkan mereka.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Christophe Lemoine sebelumnya memberikan tanggapan terhadap keputusan ICC.
Dia mengaku Prancis "telah memperhatikan keputusan ini sebagai pemenuhan komitmen jangka panjangnya untuk mendukung keadilan internasional."
Meskipun Prancis menegaskan kepatuhannya terhadap kerja independen ICC, Lemoine mengakui bahwa situasi ini rumit dari sudut pandang hukum.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, sebelumnya menyatakan bahwa beberapa pemimpin dapat menikmati kekebalan dari tuntutan ICC.
Saat ditanya apakah Prancis akan menangkap Netanyahu jika ia menginjak wilayah Prancis, Barrot tidak memberikan jawaban pasti.
Ia menekankan bahwa Prancis berkomitmen pada keadilan internasional dan akan bekerja sama dengan ICC.
Namun, ia menyatakan bahwa undang-undang pengadilan tersebut menangani masalah kekebalan bagi pemimpin tertentu.
"Keputusan ada di tangan otoritas kehakiman," tambahnya.
Amnesty International mengkritik keputusan Prancis untuk 'meloloskan' Netanyahu dari penangkapan.
Kelompok HAM tersebut menyebutnya dan bertentangan dengan kewajiban Prancis sebagai anggota ICC.
"Sangat bermasalah" kata Anne Savinel Barras, presiden Amnesty International Prancis.
Ketua Partai Hijau Prancis, Marine Tondelier, juga mengkritik sikap pemerintah, menyebutnya memalukan dan diduga sebagai hasil kesepakatan antara pemimpin Prancis dan Israel.
Pemerintah Inggris menyatakan bahwa Netanyahu dan Yoav Gallant dapat ditangkap jika mereka melakukan perjalanan ke Inggris.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)