TRIBUNNEWS.COM - Hanya dalam semalam saja, serangan Israel telah menewaskan 40 warga Palestina pada Jumat (29/11/2024).
Para warga yang tewas akibat serangan Israel ini berada di kamp pengungsi Nuseirat di pusat daerah Gaza.
Setelah melakukan serangan tersebut, tank-tank Israel mundur dari beberapa bagian kamp.
Petugas medis di Gaza mengatakan, 19 jasad warga Palestina ditemukan di wilayah utara Nuseirat.
Kemudian serangan udara Israel di sebuah rumah di Beit Lahiya, Gaza utara membuat 10 warga Palestina tewas.
Dikutip dari Reuters, petugas medis menambahkan, korban tewas lainnya berada di wilayah utara dan selatan Jalur Gaza.
Sebelumnya, tank-tank Israel telah memasuki wilayah utara dan barat Nuseirat pada hari Kamis.
Mereka mundur dari wilayah utara pada hari Jumat, tetapi tetap aktif di bagian barat kamp.
Layanan Darurat Sipil Palestina mengatakan tim tidak dapat menanggapi panggilan darurat dari warga yang terjebak di rumah mereka.
Petugas medis mengatakan pesawat tak berawak Israel pada hari Jumat telah menewaskan Ahmed Al-Kahlout, kepala Unit Perawatan Intensif di Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahiya, di tepi utara Jalur Gaza, tempat tentara telah beroperasi sejak awal Oktober.
Dihubungi oleh Reuters, militer Israel mengatakan tidak mengetahui adanya serangan yang terjadi di lokasi atau jangka waktu ini.
Baca juga: Krisis di Puncak Komando Militer Israel, Panglima IDF Isyaratkan Pengunduran Diri
Rumah Sakit Kamal Adwan adalah satu dari tiga fasilitas medis di tepi utara Jalur Gaza yang kini nyaris tak berfungsi karena kekurangan pasokan medis, bahan bakar, dan makanan.
Sebagian besar staf medisnya telah ditahan atau diusir oleh tentara Israel, kata pejabat kesehatan.
Gencatan Senjata di Lebanon Tak Merubah Kondisi Gaza
Banyak orang di Timur Tengah merasa gencatan senjata antara Hizbullah dengan Israel merupakan sebuah pencapaian besar.
Mereka menganggap kesepakatan tersebut sebagai tanda kemajuan besar pertama di kawasan tersebut sejak perang berkecamuk pada tahun lalu.
Akan tetapi, kesepakatan gencatan senjata di Lebanon tidak membuat warga Palestina di Gaza dan keluarga sandera yang ditawan merasa senang.
Mereka beranggapan kesepakatan itu hanya mengawali periode baru yang lebih suram dalam konflik di Gaza.
Bagi mereka, ini menandai kesempatan lain yang hilang untuk mengakhiri pertempuran yang telah berlangsung selama hampir 14 bulan.
Dikutip dari AP News, warga Palestina berharap bahwa kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah akan mencakup kesepakatan yang sama di Gaza.
Sementara itu, keluarga sandera menginginkan bagian dari perjanjian tersebut mencakup pemulangan orang-orang yang mereka cintai.
Sebaliknya, gencatan senjata hanya dibatasi pada pertempuran di Lebanon.
"Kami merasa ini adalah kesempatan yang hilang untuk melibatkan para sandera dalam perjanjian yang ditandatangani hari ini," kata Ruby Chen, yang putranya, Itay Chen, disandera dari pangkalan militer Israel dan telah dinyatakan meninggal.
Meski saling terkait, kedua perang tersebut sangat berbeda.
Di Lebanon, Israel mengatakan tujuannya adalah untuk mengusir Hizbullah dari perbatasan bersama kedua negara dan mengakhiri serangan kelompok militan tersebut ke Israel utara.
Baca juga: Brigade Al Qassam Gelar Operasi Penembakan di Ariel Tepi Barat, Sembilan Israel Roboh
Gencatan senjata yang mulai berlaku pada hari Rabu dimaksudkan untuk melakukan hal itu.
Sementara di Gaza, tujuan Israel lebih luas.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah bertekad dalam menegaskan bahwa Hamas harus dihancurkan sepenuhnya dan Israel harus mempertahankan kendali abadi atas sebagian wilayah tersebut.
Pembicaraan selama berbulan-bulan telah gagal membuat Netanyahu menarik kembali tuntutan tersebut — atau meyakinkan Hamas untuk membebaskan sandera berdasarkan ketentuan tersebut.
Bagi warga Palestina di Gaza, itu berarti penderitaan yang terus berlanjut di bawah operasi Israel yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah dan mengusir hampir seluruh penduduk dari rumah mereka.
Ratusan ribu orang kelaparan saat tinggal di kota-kota tenda yang kumuh saat musim dingin kedua perang membawa hujan dingin dan banjir.
"Mereka setuju untuk melakukan gencatan senjata di satu tempat dan tidak di tempat lain? Kasihanilah anak-anak, orang tua, dan wanita," kata Ahlam Abu Shalabi, yang tinggal di tenda di Gaza bagian tengah.
"Sekarang musim dingin, dan semua orang tenggelam," lanjutnya.
Baca juga: Meski Dianggap Ada Pelanggaran, Israel-Hizbullah Akan Diuntungkan jika Pertahankan Gencatan Senjata
Palestina kini khawatir militer Israel akan kembali memfokuskan perhatiannya pada Gaza — sebuah pernyataan yang diutarakan Netanyahu saat mengumumkan gencatan senjata di Lebanon pada hari Selasa.
"Tekanan akan lebih besar pada Gaza," kata Mamdouh Younis, seorang pengungsi di kamp tenda di pusat Gaza.
Netanyahu, katanya, sekarang dapat memanfaatkan fakta bahwa "Gaza telah menjadi sendirian, jauh dari semua arena yang mendukungnya, terutama front Lebanon".
Dengan menandatangani kesepakatan gencatan senjata, Hizbullah membalikkan pendiriannya yang sudah lama berlaku bahwa mereka tidak akan menghentikan serangannya melintasi perbatasan kecuali Israel mengakhiri perang di Gaza.
"Hal ini dapat berdampak psikologis, karena akan semakin memperkuat pemahaman bahwa warga Palestina di Gaza sendirian dalam melawan penjajah," kata Tariq Kenney Shawa, seorang peneliti kebijakan AS di Al-Shabaka, sebuah lembaga pemikir Palestina.
(Tribunnews.com/Whiesa)