TRIBUNNEWS.COM - Sebuah peta menunjukkan negara-negara yang paling aman dari dampak kelaparan yang disebabkan oleh perang nuklir, menurut sebuah simulasi ilmiah.
Saat konflik di seluruh dunia belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir, pembicaraan tentang perang nuklir semakin sering terdengar di panggung internasional.
Ledakan nuklir dan radiasinya—serta efek panas dan ledakan—akan mengakibatkan kematian besar-besaran dalam waktu singkat.
Selain itu, ledakan nuklir juga akan berdampak besar pada pasokan makanan, mengingat perubahan yang ditimbulkannya pada atmosfer, permukaan, lautan, dan perdagangan internasional.
Sekitar 6,7 miliar orang diprediksi akan mati karena kelaparan, menurut sebuah model yang dipelajari oleh Nature Food, sebuah jurnal penelitian tentang produksi pangan.
Negara-negara yang tidak akan mengalami penurunan populasi di antaranya adalah Argentina, Brasil, Uruguay, Paraguay, Kosta Rika, Panama, Haiti, Australia, Islandia, dan Oman, menurut penelitian tersebut.
Di wilayah-wilayah ini (diwarnai hijau pada peta), konsumsi makanan dinilai cukup untuk mendukung aktivitas fisik saat ini di negara-negara tersebut.
Situasi ini berbanding terbalik dengan wilayah dunia yang diprediksi akan mengalami kematian massal akibat kelaparan (diwarnai merah pada peta), termasuk AS, Kanada, sebagian besar Eropa, dan Rusia.
Ada juga beberapa negara yang tidak akan menderita kelaparan, tetapi akan mengalami penurunan asupan kalori hingga ke titik di mana penduduknya akan kehilangan berat badan.
Indonesia termasuk dalam kategori tersebut (ditandai dengan warna oranye pada peta).
Skenario ini, yang diproyeksikan terjadi pada tahun kedua setelah perang nuklir, didasarkan pada "kasus peternakan parsial."
Baca juga: Poseidon, Torpedo Kiamat, Salah Satu dari 6 Senjata Super Rusia, Bisa Picu Tsunami & Radiasi Nuklir
Kasus peternakan parsial adalah skenario yang memodelkan potensi manusia untuk mengonsumsi pakan ternak, seperti jagung dan kedelai, setelah perang nuklir.
Dalam skenario ini, sebagian pakan ternak digunakan untuk konsumsi manusia, sementara sisanya digunakan untuk beternak.
Sebagai perbandingan, ada dua skenario lain:
- "Kasus peternakan" di mana produksi ternak tetap dilanjutkan, dan
- "Kasus tanpa ternak" di mana semua ternak dibunuh pada tahun pertama dan 50 persen biji-bijian ternak digunakan untuk konsumsi manusia.