TRIBUNNEWS.COM - Korea Selatan terguncang oleh kekacauan politik yang berlangsung selama delapan jam.
Situasi genting ini terjadi setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer yang mengejutkan pada Selasa (3/12/2024) malam.
Meski kemudian darurat militer dicabut hanya dalam hitungan jam setelah Yoon mengumumkannya, Rabu (4/12/2024).
Pihak internasional, khususnya Amerika Serikat menyuarakan keprihatinan mendalam setelah pengumuman darurat militer.
Seperti diketahui, Korea Selatan dan AS memiliki hubungan militer yang kuat.
Hampir 30.000 pasukan AS ditempatkan di Korea Selatan untuk menjaga stabilitas regional, terutama di tengah ancaman dari Korea Utara.
“Kami lega Presiden Yoon telah berbalik arah atas deklarasi darurat militer yang mengkhawatirkan dan menghormati pemungutan suara Majelis Nasional Korea Selatan untuk mengakhirinya,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AFP.
Baca juga: Amerika Lega Presiden Yoon Suk Yeol Akan Cabut Darurat Militer Korea Selatan
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menanggapi krisis yang terjadi di Seoul.
Blinken mengimbau agar perbedaan pendapat politik yang terjadi di Korea Selatan dapat diselesaikan secara damai dan sesuai dengan aturan hukum.
Keputusan darurat militer ini memicu kecemasan di seluruh Korea Selatan.
Di ibu kota Seoul, warga berlarian mencari keluarga mereka, sementara pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung parlemen untuk menuntut pengunduran diri Yoon.
Beberapa pengunjuk rasa membawa poster yang menyerukan pemakzulan terhadap presiden, sementara sebagian lainnya bentrok dengan pihak berwenang di luar gedung parlemen.
Keputusan Yoon dipicu oleh ketegangan politik yang memicu protes besar-besaran di seluruh negeri.
Seruan pemakzulan terhadap presiden juga menggema, dikutip dari CNN.