TRIBUNNEWS.COM - Taliban telah mengeluarkan larangan bagi perempuan untuk mengikuti pelatihan sebagai perawat dan bidan di Afghanistan.
Aturan yang baru saja dikeluarkan ini dianggap sebagai pukulan telak bagi kesehatan dan pendidikan perempuan di negara tersebut.
Larangan ini diumumkan pada hari Senin (2/12/2024), berdasarkan perintah pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, setelah pertemuan pejabat dari Kementerian Kesehatan Publik di Kabul.
Larangan ini meliputi semua lembaga pelatihan medis, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta, The Telegraph melaporkan.
Hal ini berpotensi memberikan dampak langsung dan jangka panjang terhadap sistem perawatan kesehatan Afghanistan yang sudah dalam kondisi kewalahan.
Para perempuan yang sedang menempuh pendidikan sebagai bidan dan perawat melaporkan kepada BBC bahwa mereka diperintahkan untuk tidak kembali ke kelas, yang secara efektif menutup akses mereka untuk melanjutkan pendidikan.
Lima lembaga pelatihan di Afghanistan juga telah mengonfirmasi kepada BBC bahwa mereka menerima perintah untuk tutup hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Video yang dibagikan secara daring menunjukkan para siswa menangis mendengar berita tersebut.
Meskipun BBC belum mengonfirmasi larangan ini secara resmi dengan Kementerian Kesehatan Taliban, penutupan lembaga pendidikan ini tampaknya sejalan dengan kebijakan Taliban yang lebih luas terhadap pendidikan perempuan.
Sejak Agustus 2021, banyak gadis remaja tidak dapat mengakses pendidikan menengah dan tinggi.
Meskipun Taliban berjanji akan mengizinkan mereka kembali ke sekolah setelah menyelesaikan sejumlah masalah, termasuk penyesuaian kurikulum, janji tersebut hingga kini belum terwujud.
Kebidanan dan keperawatan adalah satu-satunya karier yang dapat diakses oleh perempuan di bawah pembatasan Taliban, mengingat petugas medis laki-laki tidak diizinkan merawat perempuan tanpa kehadiran wali laki-laki.
Baca juga: Penampakan Barang Bukti Sabu Jaringan Afghanistan-Jakarta Bercap ‘Afghan Sabur’
Sekitar 17.000 wanita sedang mengikuti kursus pelatihan ini, dan masa depan mereka kini tidak menentu.
"Saya meninggalkan anak-anak saya di rumah untuk datang ke sini, tetapi mereka tahu saya mengabdi pada negara," ungkap Safia, seorang peserta pelatihan.