Pada 27 November 2024, Hizbullah dan Israel mencapai perjanjian gencatan senjata, namun keduanya saling tuding atas pelanggaran sejak perjanjian itu berlaku.
Perang Saudara di Suriah
Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar Al-Assad selama puluhan tahun.
Bashar Al-Assad berkuasa sejak tahun 2000 setelah sebelumnya ayahnya, Hafez Al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi presiden Suriah selanjutnya.
Rezim Hafez merevisi aturan usia presiden sehingga Bashar Al-Assad dapat mencalonkan diri.
Selama protes tahun 2011, kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.
Di tengah runtuhnya keamanan di Suriah, muncul kelompok pemberontak termasuk HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki.
Dengan kekuatan militer, Rusia membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung AS yang disebut "pemberontak moderat" oleh Washington.
Pada tahun 2016, Presiden Bashar Al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu.
Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.
HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut kota Aleppo, Idlib hingga Hama pada hari-hari berikutnya.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)