News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Suriah

FSA, Oposisi Suriah akan 'Berteman' dengan Israel jika Rezim Presiden Bashar Al-Assad Runtuh

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Ia memperingatkan Israel bahwa militan Irak yang didukung oleh Iran telah dikirim ke Suriah untuk mendukung rezim Assad, maka Israel harus bertindak.

"Israel harus mempertimbangkan untuk menyerang pasukan yang didukung oleh Iran di mana pun mereka berada. Kami mencoba untuk memblokir mereka di jalan dan menyergap mereka, tetapi Israel juga harus bertindak dari udara," kata komandan itu.

Perang Saudara di Suriah

Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar al-Assad dari Partai Ba'ath selama puluhan tahun.

Ayah Bashar, Hafez al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi Presiden Suriah selanjutnya.

Bashar al-Assad diyakini sebagai pengganti kakaknya, Bassel al-Assad yang seharusnya menjadi calon penerus ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1994 karena kecelakaan.

Rezim Hafez kemudian merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar al-Assad dapat mencalonkan diri pada pemilu tahun 2000, menyusul kematian Hafez al-Assad.

Setelah 11 tahun berkuasa, protes pecah pada tahun 2011 untuk menuntut pengunduran diri Bashar Al-Assad.

Kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

Kelompok pemberontak, HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki, muncul mengambil peran untuk meruntuhkan kekuasaan Bashar Al-Assad.

Iran melakukan intervensi militer di Suriah pada tahun 2012, setelah memberikan bantuan politik dan logistik pada tahun sebelumnya.

Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung Amerika Serikat (AS).

Pada tahun 2016, Presiden Bashar al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu setelah Damaskus.

Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

Namun, pertempuran meletus lagi baru-baru ini, ketika HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut Kota Aleppo, Idlib, Hama, hingga Homs yang direbut baru-baru ini.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini