TRIBUNNEWS.COM - Dalam perkembangan signifikan di Suriah, Presiden Bashar al-Assad dilaporkan telah melarikan diri dari Damaskus, meninggalkan ibu kota menuju lokasi yang tidak diketahui.
Kejadian ini terjadi pada saat pejuang oposisi berhasil memasuki Damaskus, membawa harapan baru bagi warga yang telah hidup di bawah pemerintahan Assad selama lebih dari 50 tahun.
Hadi al-Bahra, pemimpin koalisi oposisi politik Suriah di luar negeri, menyatakan bahwa Damaskus kini telah terbebas dari kekuasaan Assad.
"Selamat kepada rakyat Suriah," ungkap al-Bahra dalam pernyataan yang dikutip dari Al Jazeera.
Bagaimana Reaksi Pemerintah dan Oposisi?
Di tengah ketidakpastian, Perdana Menteri Suriah Mohammad Ghazi al-Jalali menyatakan bahwa ia tetap berada di rumahnya dan bersedia bekerja sama dengan oposisi.
Al-Jalali menekankan pentingnya memastikan lembaga-lembaga publik tetap berfungsi.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun pemerintah menghadapi tekanan, ada upaya untuk menjaga stabilitas.
Abu Mohamed al-Julani, kepala kelompok pejuang utama Hayat Tahrir al-Sham, juga menginstruksikan para pejuang untuk tidak menyerang lembaga dan layanan publik.
Ini menandakan usaha untuk menjaga ketertiban di tengah perubahan yang cepat.
Bagaimana Suasana di Jalanan Damaskus?
Warga Damaskus meluapkan kegembiraan mereka dengan teriakan "Kebebasan! Kebebasan!" saat mereka merayakan berakhirnya pemerintahan al-Assad.
Para pejuang oposisi juga membebaskan tahanan di Penjara Sednaya, mirip dengan aksi yang dilakukan di kota-kota lain yang mereka kuasai dalam serangan kilat selama sepuluh hari terakhir.
Laporan menunjukkan bahwa tentara Suriah mulai menjatuhkan senjata mereka ketika menghadapi pasukan pemberontak yang terus maju.
Pada Minggu (8/12/2024), komando militer mengonfirmasi bahwa pemerintahan al-Assad telah berakhir, menurut laporan Reuters.
Apa Implikasi dari Penguasaan Homs?
Sebelumnya, para pejuang oposisi juga berhasil menguasai kota Homs, yang berjarak dua jam perjalanan ke utara Damaskus.
Penguasaan Homs yang strategis ini memutuskan hubungan antara ibu kota dan benteng pesisir al-Assad di Lattakia dan Tartus, menambah tekanan pada rezim yang telah berkuasa selama beberapa dekade.
Perkembangan ini menandakan momen penting dalam konflik Suriah, memberikan harapan baru bagi warga yang mendambakan perubahan.
Apa yang Terjadi di Penjara Saydnaya?
Dikutip dari CNN, pemberontak Suriah mengeklaim mereka telah menguasai Penjara Militer Saydnaya yang terkenal kejam di utara Damaskus pada hari Minggu (8/12/2024).
"Kami sampaikan berita kepada rakyat Suriah tentang pembebasan tahanan kami dan pelepasan belenggu mereka serta mengumumkan berakhirnya era ketidakadilan di Penjara Saydnaya," kata pernyataan tersebut.
Amnesty International bahkan menjuluki Saydnaya sebagai "rumah pemotongan manusia" dalam laporan tahun 2017, setelah mendokumentasikan secara ekstensif hukuman gantung massal di sana.
Laporan Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia pada bulan Juli 2023 menyoroti pola penyiksaan dan perlakuan kejam yang terus meluas dan sistematis, termasuk penghilangan paksa di dalam fasilitas penahanan Suriah seperti Saydnaya.
Apa yang Selanjutnya bagi Suriah?
Perkembangan terbaru ini menunjukkan dinamika yang berubah dalam konflik Suriah, dan memberikan harapan baru bagi banyak warga yang mendambakan kebebasan.
Namun, tantangan besar masih ada di depan, dan pertanyaan tentang stabilitas, pemerintahan baru, dan hak asasi manusia masih harus dihadapi ke depannya.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).