TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Rusia yang ditempatkan di pangkalan militer Suriah mulai mengemasi peralatan tempur mereka setelah situasi di negara tersebut berubah drastis.
Laporan mengenai pengemasan alat tempur Rusia muncul setelah runtuhnya pemerintahan Bashar al-Assad yang disabotase oleh kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
Citra satelit yang dirilis oleh Maxar menunjukkan bahwa pasukan Rusia sedang mengemas peralatan militer mereka di pangkalan udara Hmeimim, yang terletak di provinsi Latakia, Suriah.
Dalam citra tersebut, tampak sistem pertahanan rudal S-400 dan helikopter serang KA-52 Alligator sedang dipersiapkan untuk diangkut kembali ke Moskow.
Apa yang Ditemukan dalam Citra Satelit?
Citra satelit yang diambil pada hari Jumat menunjukkan dua pesawat kargo Antonov AN-124, pesawat kargo terbesar milik Rusia, berada di pangkalan udara Hmeimim.
Kedua pesawat tersebut bersiap untuk memuat helikopter serang KA-52 yang sedang dibongkar dan elemen unit pertahanan udara S-400.
Jurnalis dari Channel 4 juga melaporkan bahwa mereka melihat sekitar 150 kendaraan militer Rusia melakukan konvoi keluar dari Suriah dengan tertib, menandakan adanya kesepakatan untuk penarikan yang teratur.
Selain peralatan udara, kapal-kapal Angkatan Laut Rusia juga terlihat meninggalkan pangkalan mereka di Tartous, Suriah.
Menurut citra satelit Maxar, tiga fregat berpeluru kendali dan dua kapal pendukung lainnya telah meninggalkan pelabuhan Tartus antara tanggal 6 dan 9 Desember 2024.
Belum ada komentar resmi dari Kementerian Pertahanan Rusia mengenai laporan ini.
Namun, informasi yang beredar mengindikasikan bahwa Rusia takut dengan pergerakan cepat pasukan pemberontak Suriah yang berhasil merebut beberapa kota penting dari rezim Assad.
Situasi ini menyebabkan Rusia kehilangan akses ke dua pangkalan militer strategis yang sebelumnya menjadi andalan mereka.
Apa Dampak dari Penarikan Ini bagi Rusia?
Kehilangan pangkalan militer di Suriah menjadi kemunduran besar bagi Rusia, terutama dalam konteks konflik yang masih berlangsung di Ukraina.
Analis militer Rusia, Ruslan Pukhov, menyatakan bahwa Rusia kini tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan proyek kekuatan keras di luar wilayah pengaruhnya.
Kejatuhan rezim Assad juga mengacaukan status kekuatan Rusia di Mediterania, menimbulkan ketidakpastian bagi operasi maritim mereka.
Dengan penutupan Selat Bosphorus dan evakuasi aset angkatan laut dari Tartous, Rusia berisiko mengalami isolasi jangka panjang dari kawasan Mediterania.
Hal ini dapat mengganggu logistik operasional Rusia di berbagai negara Afrika, seperti Mali, Burkina Faso, Republik Afrika Tengah, dan Sudan.
Rusia kini menghadapi tantangan besar dengan meninggalkan pangkalan militer di Suriah.
Penarikan ini tidak hanya menunjukkan kemunduran bagi pengaruh Rusia di kawasan tersebut, tetapi juga memberikan dampak signifikan pada kebijakan luar negeri mereka dalam jangka panjang.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).