TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Muhammad al-Julani, mengatakan akan mencalonkan diri sebagai Presiden Suriah jika diminta.
"Saya akan mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Suriah jika warga atau orang-orang di sekitar saya meminta saya untuk melakukannya," kata al-Julani kepada media Suriah, Sabtu (14/12/2024).
Al-Julani mengatakan, meski kemenangan di Suriah diraih dengan jalan revolusi, ia menekankan agar kepemimpinan Suriah tidak dijalankan dengan mentalitas revolusi.
"Negara perlu membentuk negara berdasarkan hukum dan institusi untuk menjamin stabilitas berkelanjutan," jelasnya.
"Saya menekankan perlunya mentransfer mentalitas dari aksi revolusioner ke pembangunan negara, mengingat masa depan Suriah bergantung pada pembentukan fondasi pemerintahan dan keadilan," katanya.
Di sisi lain, ia menegaskan pemerintahan baru akan mengakhiri produksi Captagon, pil simultan ilegal di Suriah, setelah rezim Assad sebelumnya mengubah negara tersebut menjadi pabrik Captagon, menurut laporan internasional.
Ia juga mengungkapkan situasi internal di Suriah setelah jatuhnya rezim Assad.
"Kementerian Pertahanan akan membubarkan semua faksi dan tidak akan ada senjata di luar kewenangan negara Suriah," katanya.
"Kami memiliki hubungan dengan umat Kristen dan Druze, dan mereka berperang bersama kami di dalam Departemen Operasi Militer," lanjutnya.
Mengenai bentuk kewenangan di Suriah di masa depan, al-Julani mengatakan hal ini akan diserahkan kepada ahli.
"Hal ini diserahkan kepada keputusan para ahli dan ahli hukum, dan rakyat Suriahlah yang memutuskan," katanya.
Baca juga: Pertama Kali, Pemimpin HTS Al-Julani Kecam Israel yang Luncurkan Serangan Udara di Suriah
"Kompetensi dan kemampuan menjadi dasar evaluasi dalam hal ini," lanjutnya, seperti diberitakan Al Jazeera.
Dia mengatakan komite dan dewan yang peduli dengan kajian ulang konstitusi akan dibentuk.
Selain itu, ia juga mengomentari pemboman Israel di sebagian besar Suriah.