TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Muhammad al-Julani, meminta Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat untuk menghapus HTS dari daftar teroris yang ditetapkan oleh masing-masing negara.
Ia mengatakan langkah ini adalah tindakan yang diperlukan untuk mendukung upaya rekonstruksi Suriah setelah HTS berhasil menggulingkan rezim Presiden Bashar al-Assad pada 8 Desember lalu.
"Pencabutan sebutan teroris terhadap Hayat Tahrir al-Sham (HTS) akan berkontribusi dalam membuka jalan untuk membangun kembali negara (Suriah) dan mencapai stabilitas," kata Al-Julani dalam wawancara yang diterbitkan oleh New York Times, Senin (16/12/2024).
Ia menekankan perlunya saat ini fokus pada pembentukan negara yang kuat di Suriah dengan membangun lembaga-lembaga publik yang melayani semua warga negara tanpa kecuali.
Sebelumnya, Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, bertemu dengan Al-Julani pada Senin.
"Saya menekankan pentingnya kerja sama yang cepat dan efektif untuk mengatasi masalah Suriah dan perlunya fokus pada integritas wilayah Suriah, rekonstruksi dan pencapaian pembangunan ekonomi," kata Al-Julani, seperti diberitakan media lokal Suriah.
Pemimpin pemerintahan transisi sementara itu juga berbicara tentang perlunya menangani dengan hati-hati dan presisi terhadap setiap tahap transisi dan rehabilitasi lembaga untuk membangun sistem yang kuat dan efektif.
"Selain itu, saya menekankan pentingnya menyediakan lingkungan yang aman bagi kembalinya pengungsi dan menyediakan fasilitas ekonomi dan dukungan politik untuk hal itu ditekankan," lanjutnya.
Al-Julani menekankan perlunya menerapkan langkah-langkah ini dengan sangat hati-hati dan presisi, tanpa tergesa-gesa, dan di bawah pengawasan tim khusus, untuk mencapainya dengan cara terbaik.
Pada tahun 2012, Front al-Nushra sebelumnya berafiliasi dengan kelompok ekstremis seperti al-Qaeda dan "Negara Islam" (IS).
Namun pada tahun 2016 Front al-Nushra memutus hubungan dengan al-Qaeda dan berafiliasi dengan sejumlah oposisi Suriah serta mengganti nama menjadi HTS.
Baca juga: Move On dari Rezim Assad, Uni Eropa dan AS Mulai Jalin Hubungan dengan HTS dan Al-Julani
Itulah sebabnya AS dan negara-negara Barat menetapkan HTS sebagai organisasi teroris asing.
Jatuhnya Rezim Assad
Rezim Assad dari Partai Ba'ath runtuh pada 8 Desember 2024, setelah oposisi bersenjata mengumumkan keberhasilannya merebut ibu kota Suriah, Damaskus.
Sebelumnya, aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), meluncurkan serangan pada 27 November 2024 di Idlib, hingga berhasil merebut kota Aleppo, Hama, Homs, dan Damaskus dalam waktu kurang dari dua minggu.
Pemimpin HTS, Abu Muhammad Al-Julani, mendeklarasikan runtuhnya rezim Assad melalui pidato di Damaskus pada Minggu (8/12/2024).
Assad dan keluarganya dikabarkan kabur ke luar negeri, namun keberadaannya belum diketahui.
Runtuhnya rezim Assad adalah buntut dari perang saudara di Suriah yang berlangsung sejak 2011 ketika rakyat Suriah menuntut turunnya Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Iran mulai membantu rezim Assad pada 2011 dan Rusia mulai terlibat pada 2015.
Pertempuran sempat meredup pada 2020 setelah Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata antara rezim Assad dan oposisi di Idlib, sebelum meletus lagi pada 27 November lalu.
Bashar al-Assad berkuasa sejak 2000, setelah meneruskan kekuasaan ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa pada 1971-2000.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)