TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Muhammad al-Julani, mengatakan akan membubarkan semua faksi di Suriah.
Al-Julani yang juga menjadi Kepala Departemen Operasi Militer di Suriah memastikan tidak ada faksi yang memiliki senjata selain militer resmi Suriah pada pemerintahan yang baru dan tidak ada wajib militer yang dipaksakan.
"Tidak akan ada wajib militer, dengan pengecualian beberapa spesialisasi yang akan diwajibkan untuk jangka waktu pendek," kata al-Julani kepada wartawan, Minggu (15/12/2024).
"Pekerjaan sedang dipelajari untuk menaikkan gaji sebesar 400 persen di Suriah,” lanjutnya.
Ia mengatakan prioritas Suriah saat ini adalah membangun kembali infrastuktur yang hancur akibat perang saudara sejak tahun 2011.
“Prioritas pertama adalah membangun kembali rumah-rumah yang hancur dan mengembalikan para pengungsi ke tenda terakhir," ujarnya, seperti diberitakan Al Mayadeen.
Pada saat yang sama, Bank Sentral Suriah mengeluarkan keputusan yang mengizinkan importir membiayai impor bahan-bahan yang diizinkan untuk konsumsi lokal, terlepas dari sumber devisa yang digunakan untuk pembiayaan, kecuali jika hal tersebut bertentangan dengan undang-undang dan peraturan global dan lokal terkait dengan pencucian uang.
Selain itu, Al-Julani menjelaskan pemerintahan sementara saat ini sedang mempelajari serangkaian keputusan untuk pemerintahan Suriah yang baru.
Wajib Militer di Suriah selama Pemerintahan Assad
Pada pemerintahan sebelumnya di bawah rezim keluarga Assad, masa wajib militer mencakup dua setengah tahun penuh, selain hukuman yang dapat ditambahkan kepada prajurit yang memperpanjang masa dinas selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Pada tahun 2005 masa wajib militer dikurangi menjadi dua tahun, kemudian pada tahun 2008 masa wajib militer menjadi 21 bulan, dan pada awal tahun 2011 dan beberapa bulan sebelum pecahnya perang menjadi 21 bulan, dikurangi menjadi satu setengah tahun.
Baca juga: Oposisi Suriah, Muhammad Al-Julani Siap Maju Jadi Presiden Suriah Jika Diminta
Namun perang Suriah pada pertengahan Maret 2011 memerlukan struktur baru angkatan bersenjata aktif.
Semua tentara yang bertugas tetap diisolasi sampai akhir masa tugas mereka atau mendekati akhir masa tugas mereka puluhan ribu warga sipil yang telah mengakhiri wajib militer mereka sebelum pecahnya perang.
Hal ini dibarengi dengan banyaknya kasus suap dan pemberian tunjangan yang menguras tenaga sekelompok anak muda yang terpaksa melarikan diri dari wajib militer, seperti dikutip dari Al Arabiya.
Jatuhnya Rezim Assad
Rezim Assad dari Partai Ba'ath runtuh pada 8 Desember 2024, setelah oposisi bersenjata mengumumkan keberhasilannya merebut ibu kota Suriah, Damaskus.