TRIBUNNEWS.COM - Rencana Israel untuk memperluas pemukiman di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Suriah mendapat kecaman dari berbagai negara.
Keputusan ini muncul setelah mantan Presiden Bashar al-Assad digulingkan oleh pejuang oposisi, dan pemerintahan sementara Suriah mengambil alih kendali.
Israel berencana menggandakan populasi pemukim Israel di wilayah yang secara ilegal diduduki oleh negara tersebut sejak 1967.
Beberapa negara di kawasan Timur Tengah serta sekutu-sekutu Israel, seperti Jerman, mengecam keputusan Israel tersebut.
Mereka menyebutnya sebagai tindakan yang melanggar hukum internasional dan kedaulatan Suriah.
Negara-negara yang mengecam rencana ini antara lain:
- Qatar menganggap ini sebagai "episode baru dalam serangkaian agresi Israel terhadap wilayah Suriah."
- Yordania menyebutkan bahwa langkah ini adalah "pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional."
- Turki melihatnya sebagai upaya Israel untuk "memperluas perbatasannya."
- Arab Saudi mengkritik rencana tersebut sebagai "sabotase berkelanjutan terhadap peluang Suriah untuk memulihkan keamanan dan stabilitasnya."
- Mesir menyebutkan bahwa ini adalah "pelanggaran mencolok terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Suriah."
- Jerman menegaskan bahwa "sangat jelas berdasarkan hukum internasional bahwa wilayah yang dikuasai Israel ini adalah wilayah Suriah."
Posisi Israel dan Reaksi Global
Dataran Tinggi Golan adalah wilayah Suriah yang diduduki Israel sejak Perang Timur Tengah 1967, lapor Anadolu.
Saat ini, sekitar 50.000 orang tinggal di Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki, setengahnya adalah pemukim Israel, sementara separuh lainnya terdiri dari Druze, Alawi dan lainnya, menurut harian Israel Haaretz.
Ada 33 pemukiman ilegal Israel di Golan yang diduduki, yang tergabung dalam apa yang disebut Dewan Regional Golan.
Baca juga: Turki dan Jerman Mengutuk Rencana Israel untuk Memperluas Wilayah Golan Suriah
Lebih lanjut, Al Jazeera melaporkan, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan, memperkuat Golan berarti memperkuat Negara Israel.
Ia juga menyatakan, Israel akan terus mempertahankan, mengembangkan, dan menetap di wilayah tersebut.
Namun, kecaman internasional tidak hanya datang dari negara-negara di Timur Tengah.
PBB dan sebagian besar masyarakat internasional menganggap tindakan Israel tersebut sebagai ilegal, mengingat Dataran Tinggi Golan adalah wilayah yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Suriah.
Situasi Suriah Pasca-Jatuhnya Al-Assad
Kecaman terhadap rencana Israel ini datang di tengah meningkatnya aktivitas diplomatik di Suriah pasca tergulingnya Presiden Bashar al-Assad.
Pemerintah sementara yang baru mengambil alih tidak menunjukkan tanda-tanda mencari konfrontasi dengan Israel.
Namun, ketegangan tetap tinggi, mengingat situasi politik yang masih sangat tidak stabil.
Sementara itu, pasukan AS baru-baru ini meluncurkan serangan udara di Suriah yang menewaskan 12 anggota ISIS.
Serangan ini dilakukan dalam rangka mengganggu dan melemahkan kelompok teroris tersebut.
Pemerintah AS juga berencana untuk terus beroperasi di Suriah guna menjaga keamanan regional dan mencegah kebangkitan ISIS.
Masa Depan Suriah
Sementara itu, Uni Eropa (UE) telah memulai pembicaraan dengan pemimpin baru Suriah.
Eropa berharap dapat membantu transisi negara tersebut, dengan beberapa pejabat menekankan perlunya mengurangi pengaruh Rusia di Suriah.
Rusia, yang sebelumnya mendukung al-Assad dengan serangan udara dan senjata, masih memiliki pangkalan militer di negara tersebut, meskipun masa depannya semakin kabur.
Dikutip dari BBC, dalam sebuah langkah yang mengejutkan, diplomat Inggris baru-baru ini melakukan pembicaraan dengan pemimpin kelompok pemberontak Suriah, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), di ibu kota Suriah, Damaskus.
Pertemuan ini terjadi lebih dari seminggu setelah penggulingan Presiden Bashar al-Assad, menandai momen penting dalam dinamika politik Suriah.
Pertemuan tersebut melibatkan Ahmad al-Sharaa, yang sebelumnya dikenal sebagai Mohammed al-Julani, sebagai pemimpin HTS.
Gambar-gambar yang dibagikan di media sosial oleh departemen operasi militer HTS menunjukkan al-Sharaa berdiskusi dengan pejabat senior Inggris, termasuk Ann Snow, yang merupakan perwakilan khusus Inggris untuk Suriah.
Kehadiran pejabat tinggi Inggris dalam pertemuan ini menunjukkan komitmen negara tersebut untuk terlibat langsung dalam situasi yang berkembang di Suriah.
Menurut pernyataan resmi dari HTS, delegasi yang terlibat dalam pertemuan ini membahas berbagai perkembangan terkini di Suriah.
Namun, rincian spesifik mengenai diskusi yang dilakukan belum diungkapkan secara terbuka.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)