News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Suriah

Putin Masih Bungkam soal Suriah Semenjak Runtuhnya Pemerintah Assad, Ini Kata Analis

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Yurika NendriNovianingsih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Vladimir Putin dan Bashar al-Assad

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin, tampil dalam sebuah pertemuan tahunan yang disiarkan di televisi pada Senin (16/12/2024).

Selama pertemuan tersebut, Putin tampak berusaha menjaga fokus pembicaraan pada keberhasilan Rusia di Ukraina, menurut laporan Business Insider.

Putin tidak memberikan komentar apa pun mengenai perkembangan terbaru di Suriah, di mana sekutu lama Rusia, Bashar al-Assad, digulingkan oleh kelompok bersenjata awal bulan ini.

Rusia telah lama mendukung rezim Assad dengan bantuan militer.

Namun, serangan kilat oleh kelompok bersenjata yang tak terdeteksi oleh intelijen Rusia, berhasil menggulingkan Assad hanya dalam dua minggu.

Peristiwa ini menyoroti batasan ambisi Putin dalam membangun kembali Rusia sebagai kekuatan global, kata para analis.

"Runtuhnya rezim Assad menandakan kelemahan Rusia dalam melindungi sekutunya," ujar Yaniv Voller, dosen senior politik Timur Tengah di Universitas Kent, kepada Business Insider.

Jatuhnya Assad juga memicu pertanyaan tentang masa depan pangkalan militer strategis Rusia di Suriah, yang semakin membuat Putin membutuhkan kemenangan di Ukraina lebih dari sebelumnya.

Respons Lambat Rusia terhadap Suriah

Dalam foto tanggal 20 November 2017 ini, Presiden Rusia Vladimir Putin, kiri, memeluk Presiden Suriah Bashar Assad di kediaman Bocharov Ruchei di resor Laut Hitam Sochi, Rusia. (Mikhail Klimentyev, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Putin sebelumnya sering membanggakan keberhasilan intervensi militer Rusia di Suriah.

Pada 2015, Rusia meluncurkan misi militer asing pertamanya sejak berakhirnya Perang Dingin, dan berhasil membantu Assad mempertahankan kekuasaannya.

Keberhasilan itu digunakan oleh Kremlin untuk mengejek kebijakan Timur Tengah Amerika Serikat dan sekutunya yang dianggap gagal.

Baca juga: Suriah: di Mana Uang dan Kekayaan Bashar Assad?

Rusia juga memanfaatkan pangkalan militer di Suriah untuk memperluas pengaruhnya ke Afrika dan kawasan sekitarnya.

Namun, dengan angkatan bersenjata Rusia yang kewalahan oleh perang di Ukraina, Putin tampak tidak mampu atau tidak bersedia mengirimkan pasukan tambahan untuk menyelamatkan Assad.

Sejauh ini, Kremlin hanya mengonfirmasi bahwa mereka telah memberikan suaka kepada Assad dan keluarganya, yang melarikan diri dengan pesawat Rusia saat kelompok bersenjata mendekati Damaskus.

Media Rusia yang berada di bawah kontrol ketat Kremlin juga bungkam dalam meliput peristiwa di Suriah.

Sementara itu, para blogger militer menyalahkan kegagalan ini pada pemimpin militer Rusia dan pasukan Assad.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mencoba mengalihkan kesalahan dengan menyalahkan Amerika Serikat dan sekutunya.

"Ini adalah pengulangan pola lama: menciptakan kekacauan, lalu mengambil keuntungan dari situasi," kata Lavrov.

Apa Dampaknya bagi Rusia?

Runtuhnya pemerintahan Assad mungkin berdampak besar pada jejak militer global Rusia, yang menjelaskan mengapa Putin tetap bungkam soal isu ini.

Nikolay Kozhanov, profesor di Gulf Studies Center, Qatar University, menyebutkan dalam artikelnya untuk Chatham House minggu lalu bahwa runtuhnya Assad merusak reputasi Rusia sebagai sekutu yang dapat diandalkan.

Stefan Wolff, profesor Keamanan Internasional di University of Birmingham, berpendapat dalam artikelnya di The Conversation.

Ia menyatakan bahwa kegagalan Rusia dalam menyelamatkan Assad menunjukkan kelemahan signifikan dalam kemampuannya bertindak sebagai negara adidaya.

Beberapa mantan pejabat AS dan peneliti militer bahkan memprediksi bahwa negara-negara di bawah pengaruh Rusia mungkin segera melepaskan diri, seperti yang terjadi pada tahun 1991 setelah Uni Soviet runtuh.

"Bangunan kekuasaan yang dibangun dengan hati-hati oleh Vladimir Putin selama lebih dari dua dekade kini mulai runtuh di depan mata kita," tulis mantan pejabat itu dalam Majalah Time.

Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam kunjungannya ke Kazakhstan. (EPA Photo)

Namun, beberapa analis lebih berhati-hati dalam menyikapi situasi ini.

Baca juga: Sambut Pemerintahan Baru Suriah, Prancis Kembali Kibarkan Bendera di Damaskus setelah 12 Tahun Absen

Mohammed Albasha, pendiri Basha Report, konsultan yang berbasis di Virginia, mengatakan kepada Business Insider bahwa penarikan militer Rusia dari Suriah mungkin akan mempengaruhi pengaruhnya di Timur Tengah.

Hal ini juga dapat mendorong pemerintah di Armenia atau negara-negara di wilayah Sahel seperti Niger dan Burkina Faso untuk mempertimbangkan kembali aliansi mereka dengan Rusia, dan mulai beralih dengn menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Barat atau China.

Namun, negara-negara yang berbatasan langsung dengan Rusia seperti Georgia, Tajikistan, dan Belarus kemungkinan akan tetap setia karena hubungan ekonomi dan keamanan nasional yang kuat dengan Rusia.

Alasan Putin Tetap Bungkam

Beberapa analis percaya bahwa diamnya Putin mengenai Suriah bukan sekadar pengalihan perhatian dari kekalahan memalukan, tetapi mungkin juga bagian dari upaya untuk menegosiasikan kesepakatan dengan pemerintah baru Suriah.

Hal itu dilakukan agar Rusia bisa mempertahankan sebagian aset militernya di negara tersebut.

Laporan menyebutkan bahwa Rusia telah menarik kapal-kapal angkatan laut dari pangkalan Tartus, tetapi masih mempertahankan pesawat dan aset angkatan udara lainnya di pangkalan Hmeimim.

"Bahkan jika Rusia menarik pasukannya dari Suriah, Moskow tetap akan berupaya menjaga penarikan ini agar tidak terlihat sebagai tanda kekalahan," kata Voller kepada Business Insider.

Fokus Putin pada Ukraina dalam pertemuan hari Senin itu menegaskan bahwa ia sangat membutuhkan kemenangan di sana.

Kemenangan di Ukraina akan membantu Rusia mempertahankan citranya sebagai kekuatan militer yang kuat, meskipun ada kemunduran baru-baru ini.

"Tidak ada keraguan bahwa Rusia akan terus meningkatkan upayanya di Ukraina," tulis Wolff dalam posting blog minggu lalu.

"Putin membutuhkan keberhasilan yang segera untuk memulihkan kepercayaan domestik dan internasional."

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini