TRIBUNNEWS.COM - Pembunuhan Letnan Jenderal Militer Rusia, Igor Kirillov oleh Ukraina sepertinya melecut kekesalan bagi sosok Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Kekesalan ini disampaikan oleh sosok Jenderal asal AS, Keith Kellogg, yang dicalonkan Donald Trump sebagai utusannya dalam menegosiasikan perdamaian di Ukraina.
Di dalam wawancara bersama Fox News pada Rabu (18/12/2024) Kellogg yang mewakili Trump dalam permasalahan Ukraina, mengaku kecewa dengan langkah pembunuhan Igor Kirillov yang diduga diotaki oleh pemerintahan Volodymyr Zelensky.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Kirillov dan asistennya tewas terbunuh pada Selasa (17/12/2024) di Moskow akibat bom yang dipasang pada sebuah skuter.
Selang beberapa waktu setelah kejadian, Dinas Keamanan Ukraina (SBU) pun mengklaim bertanggung jawab atas insiden tersebut.
SBU mengaku aksi tersebut dilakukan karena Igor Kirillov dinilai pemerintah Ukraina sebagai "penjahat perang" yang diduga menggunakan senjata kimia terlarang bersama militer Rusia.
Menanggapi langkah Ukraina yang membunuh Igor Kirillov, Kellogg mengatakan bahwa kejadian tersebut berpotensi melanggar aturan perang.
Kellogg mengakui bahwa pembunuhan Igor Kirillov dibenarkan jika tuduhan terhadapnya dapat dibuktikan secara jelas.
Namun demikian, Kellogg mengkritik Ukraina karena langkah mereka membunuh perwira militer di kota kelahirannya dapat memperburuk ketegangan yang sudah ada.
"Ketika Anda membunuh laksamana atau jenderal di kota kelahiran mereka, itu sama saja seperti anda ingin memperpanjang masalah." kritik Kellogg kepada Ukraina.
"Saya rasa itu (pembunuhan Kirillov) bukanlah hal yang bijak untuk dilakukan," sindir Kellogg kepada pemerintahan Ukraina.
Baca juga: Zelensky Curhat Butuh Pasukan Rebut Jajahan, Prajurit Korea Utara Merugi, Kilang Minyak Rusia Hancur
Namun demikian, Kellog menekankan bahwa dirinya masih optimis bahwa insiden tersebut tidak menghalangi kemungkinan negosiasi perdamaian antara Ukraina dan Rusia.
Pelaku Sudah Ditangkap
Pemerintah Rusia bergerak cepat dalam menyelidiki pembunuhan Letnan Jenderal Igor Kirillov.
Kirillov, yang menjabat sebagai kepala Pasukan Perlindungan Nuklir, Biologi, dan Kimia Rusia, tewas di luar gedung apartemennya bersama asistennya setelah sebuah bom yang tersembunyi di dalam skuter listrik meledak.
Kurang dari 24 jam setelah kejadian, Rusia mengklaim telah menangkap pelaku yang diduga bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.
Pada Rabu, Rusia mengumumkan bahwa mereka telah menangkap seorang pria asal Uzbekistan yang mengaku menanam dan meledakkan bom yang menyebabkan kematian Kirillov di Moskow.
Irina Volk dari Kementerian Dalam Negeri Rusia juga mengonfirmasi penangkapan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan di platform pesan Telegram, Irina mengungkapkan bahwa tersangka ditangkap di desa Chernoye, Balashikha, di wilayah Moskow.
Rusia mengklaim bahwa pria asal Uzbekistan itu melakukan aksi teror tersebut atas perintah dari dinas keamanan Ukraina, SBU.
Sebelum penangkapan tersebut, SBU Ukraina mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan itu dan menuduh Kirillov bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimia terhadap pasukan Ukraina.
Komite Investigasi Rusia, yang menangani kasus kejahatan serius, menyatakan pada Rabu bahwa tersangka yang identitasnya belum disebutkan itu mengaku datang ke Moskow untuk melaksanakan perintah dari dinas intelijen Ukraina.
Tersangka yang diperkirakan lahir pada 1995 tersebut mengatakan bahwa ia diberi perintah untuk meledakkan bom dari jarak jauh ketika Kirillov keluar dari gedung. Dia juga menyebutkan bahwa Ukraina menawarkan hadiah sebesar $100.000 (sekitar Rp 161 juta) serta tempat tinggal di negara Eropa jika ia berhasil menjalankan misinya.
Dengan penangkapan pria asal Uzbekistan tersebut, penyelidik melaporkan terus mendapatkan informasi baru mengenai pihak-pihak lain yang terlibat dalam pembunuhan Kirillov.
Surat kabar Rusia, Kommersant, mengonfirmasi informasi tersebut dan melaporkan bahwa penyelidik juga telah menangkap seorang tersangka tambahan, yang teridentifikasi melalui interogasi terhadap tersangka asal Uzbekistan.
(Tribunnews.com/Bobby)