Pemerintahan baru di Washington dapat semakin memperumit sikap AS terhadap Suriah dan Turki.
Presiden terpilih Donald Trump , yang akan mulai berkuasa bulan depan dan telah menunjukkan pendekatan yang lebih tidak ikut campur terhadap Suriah, menyebut penggulingan Al Assad sebagai “pengambilalihan kekuasaan secara tidak bersahabat” yang diatur oleh Turki.
"Saya pikir Turki sangat cerdas... Turki melakukan pengambilalihan yang tidak bersahabat, tanpa banyak nyawa yang hilang. Saya dapat mengatakan bahwa Assad adalah seorang tukang jagal, apa yang dia lakukan terhadap anak-anak," tambah presiden terpilih AS dari partai Republik itu.
Trump mengindikasikan, ragu untuk terus mempertahankan kehadiran kecil pasukan Washington di Suriah, dan mencoba menarik diri sepenuhnya selama masa jabatan presiden pertamanya.
Saeed mengatakan kalau tindakan seperti itu tidaklah bijaksana.
"Nilai yang diperoleh AS dan negara-negara Barat sungguh tinggi dan besar, karena pasukan AS ada di sana untuk melakukan intelijen dan juga memberikan dukungan bagi para pejuang Kurdi... Jika AS menarik diri, tentu saja, itu akan membuka jalan bagi ISIS untuk kembali."
Analisis lain menyerukan pemikiran ulang mengenai misi anti-ISIS Washington setelah jatuhnya rezim Assad, termasuk mantan duta besar AS untuk Damaskus, Robert Ford.
"Pasukan yang dipimpin YPG telah gagal mengalahkan kekuatan ISIS yang bertahan lama. Setelah enam tahun, saatnya bagi Amerika untuk memikirkan kembali strateginya," tulis Ford dalam sebuah posting di X sebagai tanggapan atas ancaman sanksi para senator.
Reuters mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Turki, Yasar Guler yang mengatakan bahwa “dalam periode baru, organisasi teroris PKK/YPG di Suriah cepat atau lambat akan dilenyapkan”.
Turki Tak Lihat Tanda Kebangkitan ISIS
Bertentangan dengan penilaian Washington, Guler mengatakan Turki tidak melihat tanda-tanda kebangkitan ISIS di Suriah.
Bagi Moustafa, keterlibatan internasional dengan pemerintahan baru pada akhirnya akan menjadi penting bagi Suriah dan bagi kepentingan regional AS di sana.
"Suriah tidak akan menjadi negara demokrasi dalam waktu semalam. Namun, Suriah sekarang adalah negara Arab yang paling dekat dengan demokrasi dibandingkan negara Arab lainnya. Itu fakta, dan janji-janji pemerintah serta tindakan mereka sungguh meyakinkan," katanya.
“Pemerintahan baru di Damaskus layak mendapatkan dukungan masyarakat internasional untuk membantu mereka dalam perjalanan menuju republik yang demokratis, bukan hanya terus mendengar kekhawatiran dan menyebut semua warga Suriah sebagai teroris padahal mereka sendiri telah membebaskan negara mereka dari para teroris.”
Pada hari Kamis, para petinggi Demokrat di komite urusan luar negeri Senat dan DPR memperkenalkan sebuah resolusi yang “menekankan pentingnya melindungi kelompok minoritas agama dan etnis, termasuk Kurdi Suriah, Yazidi, dan Chaldea” di Suriah, dan meminta Departemen Luar Negeri AS untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan.
Resolusi tersebut mencatat kalau "pasukan oposisi Suriah telah berulang kali mengisyaratkan niat mereka untuk menghormati hak dan martabat kaum minoritas agama dan etnis di Suriah, tetapi ada beberapa insiden di mana anggota kaum minoritas tersebut melarikan diri dari rumah mereka, sementara ada kekerasan dan pengusiran yang terdokumentasikan terhadap komunitas Kurdi oleh unsur-unsur Tentara Nasional Suriah".
(oln/thentnl/*)