News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Keislaman dan Kejawaan Bersanding Manis di Blora

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Keislaman dan Kejawaan Bersanding Manis di Blora

Jika masyarakat luar cenderung memandang atau mengidentikkan Blora dengan daerah yang cenderung tidak memiliki ikatan identitas keagamaan yang solid, praktik keberagamaan yang kurang, atau sikap oposisi terhadap Islam, maka sesungguhnya asumsi itu tidak sepenuhnya benar, meskipun tentu saja selalu ada pengecualian.

Secara umum, masyarakat Blora adalah masyarakat beragama dan tidak menegasikan dunia keagamaan. Umat Islam juga sangat kuat dan menjadi agama mayoritas di daerah ini. Bahkan Bupati Blora saat ini, Arief Rohman, berlatar Islam-NU yang kuat. Ini menunjukkan karakteristik "abanganisme” yang sering disematkan ke masyarakat agama di Blora tidak selalu akurat.

Perkembangan agama dan corak keberagamaan

Meskipun muslim menjadi pengikut agama mayoritas, umat Katolik dan Protestan juga berkembang sangat signifikan. Ada cukup banyak gereja megah di Blora dari berbagai denominasi Kristen yang menunjukkan pertumbuhan dan signifikansi umat kristiani di daerah ini. Begitu pula dengan Buddha, Hindu, Kejawen dan lainnya yang berkembang dengan baik.

Untuk umat Islam, seperti daerah-daerah lain di Jawa Tengah, warga NU dan Muhammadiyah yang paling menonjol, kemudian disusul sejumlah faksi Islam mini seperti pengikut mendiang ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).

Dominasi NU dan Muhammadiyah ini misalnya bisa dilihat dari sejumlah indikator seperti pertumbuhan pesantren, madrasah, atau perguruan tinggi yang berafiliasi NU (misalnya STAI Khozinatul Ulum dan STAI Al-Muhammad) dan lembaga pendidikan formal yang berafiliasi Muhammadiyah (misalnya STAI Muhammadiyah dan STKIP Muhammadiyah).

Walaupun dimensi keagamaan menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Blora, corak atau karakter keberagamaan mereka cenderung berwatak nasionalis, inklusif, toleran, dan pluralis.

Relasi antarumat beragama berjalan dengan baik dan sehat. Harmoni sosial antarkelompok etnis dan agama berkembang sangat signifikan. Dialog dan pergumulan antarumat beragama, khususnya di level praktis, juga tumbuh dengan baik.

Sependek pengetahuan saya, belum pernah terjadi kasus-kasus kerusuhan kolektif berbasis agama seperti di Ambon, Poso dan lainnya; persekusi seseorang atas nama agama seperti terjadi di beberapa daerah lain; intoleransi antarumat beragama, atau diskriminasi atas dasar agama. Sesekali pernah terjadi ketegangan kecil antarsekelompok agama tetapi bisa diselesaikan dengan baik sehingga tidak menjelma menjadi kerusuhan komunal.

Integrasi agama dan adat

Kemudian integrasi atau harmoni antara agama dan adat menjadi fenomena menarik lain dari Blora yang patut digarisbawahi. Menarik karena setiap pembicaraan mengenai Islam di Indonesia, para pengamat–baik dari dalam negeri maupun mancanegara–sering berbicara tentang kembalinya konservatisme, militanisme, dan radikalisme ke panggung sosial, politik, dan agama kaum muslim pasca tumbangnya rezim Suharto, seperti tersurat dalam buku yang diedit oleh Martin van Bruinessen, Contemporary Developments in Indonesian Islam: Explaining the Conservative Turn.

Benar bahwa kelompok Islam konsevatif, militan, dan radikal berkembang biak di sejumlah daerah, khususnya di kawasan urban yang sangat mengkhawatirkan bagi pembangunan relasi antarumat beragama yang lebih baik di masa mendatang, tetapi pemandangan seperti ini nyaris tak tampak di Blora.

Kelompok Salafi-Wahabi yang tumbuh lumayan subur di beberapa daerah juga nyaris tidak kelihatan di Blora. Sementara itu, pengikut HTI yang mendukung ideologi khilafah memang ada dulu dan kerap melakukan aksi demonstrasi tetapi populasinya sangat minim apalagi sekarang karena pemerintah sudah membubarkan HTI.

Implikasi dari minimnya kelompok konservatisme dan puritan agama, khususnya di kalangan umat Islam, dapat dilihat dari fenomena tumbuh berkembangnya praktik budaya, tradisi, kesenian, adat, dan ritual lokal yang sering atau selalu diharamkan, dikafirkan, dan dibid'ahkan oleh mereka lantaran dinilai atau diasumsikan tidak sesuai dengan doktrin dan ajaran normatif Islam.

Fenomena praktik aneka ragam budaya, tradisi, adat, kesenian, dan ritual lokal di Blora ini, misalnya, bisa dilihat di saluran YouTube "Sahabat Al Arif Blora.”

Hampir di setiap acara atau event sosial seperti pendirian rumah, mantenan (pesta perkawinan), lairan (kelahiran), sunatan (khitanan), panen produksi hasil pertanian (padi atau jagung), sedekah bumi, dan lain-lain selalu dipenuhi dengan upacara ritual-keagamaan yang penuh dengan nuansa sinkretisme berbagai elemen seperti keislaman dan kejawaan (dan dalam batas tertentu sisa-sisa tradisi Hinduisme) yang menjadi ciri khas Islam Jawa, yakni varian keislaman yang mengintegrasikan doktrin Islam dengan tradisi Jawa.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini