TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) akhirnya melakukan pertemuan pertama kalinya dengan pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Ibu Kota Suriah, Damaskus.
Para delegasi yang dipimpin oleh Diplomat tertinggi Departemen Luar Negeri AS untuk Timur Tengah, Barbara Leaf, melakukan pertemuan langsung dengan Ahmed al-Sharaa alias Abu Mohammed al-Jolani.
Dalam pertemuan tersebut, Barbara Leaf mengumumkan AS telah membatalkan hadiah $10 juta atau setara dengan Rp161 miliar untuk menangkap al-Jolani.
"Berdasarkan diskusi kami, saya katakan kepadanya bahwa kami tidak akan meneruskan tawaran hadiah Rewards for Justice yang telah berlaku selama beberapa tahun," kata Leaf kepada wartawan, dikutip dari Al Jazeera.
"Saya juga mengomunikasikan pentingnya inklusi dan konsultasi yang luas selama masa transisi ini," ujar Leaf.
"Kami sepenuhnya mendukung proses politik yang dipimpin dan dimiliki oleh warga Suriah yang menghasilkan pemerintahan yang inklusif dan representatif yang menghormati hak-hak semua warga Suriah, termasuk perempuan, dan berbagai komunitas etnis dan agama di Suriah," tegas Leaf.
Tak hanya kabar pertemuan Leaf dengan al-Jolani, Komando Pusat AS (CENTCOM) mengumumkan telah membunuh bos ISIS, Abu Yousif, dalam serangan udaranya di Suriah.
Serangan udara CENTCOM tersebut menyasar Deir Ezzor, Suriah, pada Jumat (20/12/2024).
Serangan tersebut, yang juga menewaskan seorang anggota ISIS lainnya, diduga merupakan bagian dari upaya CENTCOM yang berkelanjutan untuk menghentikan operasi teroris di wilayah tersebut.
Dilansir Al Mayadeen, CENTCOM menekankan serangan itu adalah bagian dari misi yang lebih luas untuk mencegah ISIS mendapatkan kembali kekuatan dan menggagalkan upaya mereka untuk menyerang personel, sekutu, dan mitra AS di seluruh dunia.
Komandan CENTCOM, Jenderal Michael Erik Kurilla, menegaskan kembali, AS "tidak akan membiarkan ISIS memanfaatkan situasi terkini di Suriah dan membangun kembali pasukannya".
Baca juga: Apa yang Dibahas Utusan AS saat Bertemu Pemimpin HTS al-Jolani Pertama Kali di Suriah?
ISIS, kata Kurilla, berniat untuk membebaskan lebih dari 8.000 anggota ISIS yang saat ini ditahan di berbagai fasilitas di Suriah.
Dirinya menegaskan AS akan "secara agresif menargetkan para pemimpin dan anggota ISIS ini, termasuk mereka yang mencoba melakukan operasi di luar Suriah."
Sebelumnya, AS menegaskan pasukannya di Suriah masih sangat banyak.
Awalnya, Pentagon menyebut pasukan AS di Suriah berjumlah 900 tentara.
Namun, baru-baru ini Pentagon merevisi jumlah tersebut dengan mengatakan, pasukan AS di Suriah ada sekitar 2.000 tentara.
Jumlah yang diumumkan oleh Pentagon ini dua kali lebih banyak dari pernyataan sebelumnya.
Sekretaris Pers Pentagon, Mayjen Pat Ryder, mengatakan jumlah pasukan AS di Suriah tersebut mencakup pasukan sementara untuk "persyaratan misi yang berubah-ubah" dan misi Mengalahkan ISIS.
Penambahan pasukan AS ini terjadi sebelum jatuhnya rezim Assad, kata Ryder, tanpa menyebutkan kapan tepatnya pengerahan tentara dilakukan.
Baca juga: AS Batalkan Hadiah 10 Juta Dolar untuk Tangkap Al-Julani, Pemimpin HTS Suriah
"Saya mengetahui angkanya hari ini," kata Ryder, dikutip dari Al Arabiya.
"Sebagai seseorang yang berdiri di sini dan memberi tahu Anda angka 900 (tentara), saya ingin memberi tahu Anda apa yang kami ketahui tentang itu," lanjutnya.
Meskipun kepala Pentagon, Lloyd Austin, mengetahui jumlah sebenarnya, ia tidak meminta siapa pun untuk mencegahnya dipublikasikan.
Sebaliknya, ia mengaitkan kurangnya transparansi dengan "sensitivitas dari sudut pandang keamanan diplomatik dan operasional".
AS memiliki kemitraan dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dianggapnya penting.
Baca juga: Kunjungan Pertama Diplomat AS di Suriah Pasca-Assad: Dulu Cap HTS Teroris, Kini Mau Kerja Sama
Hal ini ditegaskan ketika Jenderal Erik Kurilla, jenderal tertinggi AS untuk Timur Tengah, mengunjungi beberapa pangkalan di Suriah minggu lalu untuk bertemu dengan pasukan AS dan anggota SDF.
Ia kemudian melakukan perjalanan ke Irak, menekankan komitmen AS untuk mengalahkan ISIS dan mengamankan mitranya di kawasan tersebut, termasuk Irak, Yordania, Lebanon, dan Israel.
Namun, serangan Turki terhadap pejuang SDF di Manbij dan Suriah utara telah menimbulkan kekhawatiran di Washington, khususnya di Pentagon.
SDF secara tidak sengaja menembak jatuh pesawat nirawak MQ-9 Reaper milik Amerika setelah mengira pesawat nirawak itu milik Turki minggu lalu.
AS dan Turki sebelumnya pernah berselisih mengenai penargetan pejuang SDF.
Baca juga: Tiba di Damaskus, Diplomat Tinggi AS Bersiap Bertemu Perwakilan HTS
Pada Desember 2022, Direktur CIA Bill Burns dilaporkan memperingatkan Turki bahwa serangan udara Ankara di Suriah membahayakan pasukan AS.
Pada Oktober 2023, sebuah F-16 Amerika menembak jatuh sebuah pesawat nirawak Turki yang memasuki zona terlarang AS kurang dari setengah kilometer dari pasukan AS.
AS telah berulang kali memperingatkan Turki tentang risiko menerbangkan pesawat nirawak di dekat personel AS.
(Tribunnews.com/Whiesa)