News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Suriah

Komisi I DPR Harap Indonesia Segera Akui Pemerintahan Baru Suriah

Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta. Sukamta nilai pemerintah Indonesia perlu segera mengakui pemerintahan baru di Suriah demi mempercepat rekonsiliasi nasional.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, menilai pemerintah Indonesia perlu segera mengakui pemerintahan baru di Suriah. 

Menurutnya, pengakuan resmi terhadap pemerintahan baru Suriah perlu untuk mempercepat rekonsiliasi nasional.

"Pengakuan ini merupakan bentuk komitmen Indonesia dalam mendukung penyelesaian konflik secara damai dan menciptakan stabilitas jangka panjang. Selain itu, Indonesia dapat berperan sebagai mediator dalam mendorong dialog lintas kelompok yang inklusif," kata Sukamta dalam keterangannya, Selasa (24/12/2024).

Sukamta juga mengingatkan Indonesia harus terus mengedepankan prinsip kebebasan aktif dalam hubungan internasional, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Legislator PKS itu berharap Indonesia juga menjadi pelopor perdamaian dunia dengan pendekatan yang inklusif untuk mencegah radikalisasi lebih lanjut di Suriah.

Indonesia pun diminta mengambil langkah strategis dalam mendukung proses perdamaian dan rekonstruksi di Suriah pasca konflik yang berlangsung lebih dari satu dekade. 

"Fraksi PKS di DPR memandang bahwa stabilitas di Suriah tidak hanya penting bagi kawasan Timur Tengah, tetapi juga bagi perdamaian global. Selain rekonsiliasi politik, PKS juga menyoroti pentingnya bantuan internasional dalam membangun kembali infrastruktur dasar yang hancur akibat konflik," katanya

Baca juga: Setelah Rezim Assad Jatuh, Iran Klaim Tak Ada Kontak Langsung dengan Penguasa Baru Suriah

Sukamta lalu mengutip laporan Bank Dunia yang menyebut biaya rekonstruksi Suriah diperkirakan mencapai 250 miliar dolar Amerika Serikat. 

"Indonesia dapat menjalin kerja sama bilateral di bidang pendidikan, kesehatan, dan perdagangan untuk mendukung proses ini. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat hubungan dengan Suriah," tambahnya. 

Menurutnya, peningkatan bantuan bagi pengungsi Suriah hingga kini masih sangat dibutuhkan. 

Dia pun mendorong Indonesia harus menunjukkan solidaritas melalui bantuan logistik dan layanan kesehatan yang lebih terkoordinasi, baik di dalam negeri maupun melalui kerja sama dengan organisasi internasional. 

"Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban jutaan pengungsi, termasuk perempuan dan anak-anak, yang terdampak langsung oleh perang,” pungkasnya.

Diketahui, pasukan oposisi merebut Damaskus pada Minggu (8/12/2024) pagi, mengakhiri 50 tahun kekuasaan keluarga al-Assad dalam serangan mendadak yang mencapai ibu kota hanya dalam 12 hari.

Serangan dimulai pada 27 November, ketika pasukan oposisi yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), melancarkan serangan dari pangkalan mereka di provinsi Idlib di Suriah barat laut dan kemudian bergerak ke selatan untuk menggulingkan Bashar al-Assad.

Pada Sabtu (7/12/2024), pasukan oposisi merebut sebagian besar wilayah Deraa di selatan Suriah – tempat lahirnya pemberontakan tahun 2011.

Masyarakat juga mengambil tindakan sendiri dan bergabung dalam pertempuran, lalu berbaris ke utara bersama para pejuang, menurut analis politik dan aktivis Nour Adeh.

Kelompok selatan bergerak ke utara sementara pejuang barat laut mendekati Homs, kota berikutnya di jalan raya menuju Damaskus.

Ilustrasi tentara Suriah (Al Mayadeen/X)

Rezim merasa tertekan saat menyaksikan pejuang oposisi mendekat dari semua sisi.

Pasukannya mengalami keruntuhan organisasi, menurut Sanad, badan investigasi digital Al Jazeera, dengan gambar-gambar yang muncul menunjukkan para prajurit meninggalkan senjata dan seragam mereka sementara banyak yang melarikan diri dengan berjalan kaki dari posisi militer mereka.

Runtuhnya moral ini memicu demonstrasi luas di daerah pedesaan sekitar Damaskus, di mana para pengunjuk rasa merobek poster al-Assad dan menyerang posisi militer.

Karena putus asa ingin menghentikan oposisi, rezim mengebom Jembatan Rastan, namun pasukan oposisi tetap merebut Homs, pada Minggu dini hari.

Dengan itu, mereka telah memisahkan al-Assad dari benteng pertahanannya di pesisir pantai, tempat dua pangkalan militer Rusia berada.

Perebutan Homs merupakan "lonceng kematian bagi kemungkinan tentara Suriah yang tersisa untuk mengkonsolidasikan kekuatannya dan mengambil tindakan," kata profesor Universitas Oklahoma Joshua Landis kepada Al Jazeera.

Dengan kelompok oposisi bersenjata mendekati Damaskus dari segala arah, kota itu terjerumus ke dalam kekacauan.

Ruang operasi militer mengerahkan divisi “Bulan Sabit Merah”, yang dilatih khusus untuk serangan perkotaan, sementara banyak pasukan pemerintah diperintahkan untuk mundur ke Bandara Internasional Damaskus dan pusat keamanan di pusat kota Damaskus, tetapi tidak ada hasil.

Baca juga: Pemerintah Sementara Suriah Tunjuk Sekutu HTS Jadi Menteri, Perkuat Pengaruh Kelompok Oposisi

Para pejuang oposisi mengatakan mereka telah menguasai Pangkalan Udara Mezzeh di Damaskus, sebuah kemenangan strategis dan simbolis karena pangkalan tersebut digunakan oleh pemerintah untuk serangan roket dan serangan udara terhadap wilayah yang dikuasai oposisi sepanjang perang.

Dalam waktu dua jam, rekaman baru muncul dari Lapangan Umayyah di jantung kota Damaskus, menunjukkan warga merayakan saat pasukan oposisi memasuki ibu kota tanpa perlawanan, dengan tembakan perayaan dan nyanyian yang menandakan jatuhnya al-Assad.

Pada pukul 6 pagi tanggal 8 Desember, para pejuang menyatakan Damaskus telah dibebaskan, yang mengonfirmasi bahwa Bashar al-Assad telah meninggalkan negara tersebut.

Orang-orang dengan cepat membongkar simbol-simbol pemerintahan keluarga al-Assad.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini