News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Suriah

Puluhan Warga Suriah di Mesir Ditahan dan Terancam Deportasi usai Rayakan Kejatuhan Assad

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota masyarakat Suriah meneriakkan slogan-slogan saat berkumpul di Lapangan Syntagma di Athena untuk merayakan berakhirnya rezim diktator Suriah Bashar al-Assad setelah pejuang pemberontak menguasai ibu kota Suriah, Damaskus, pada malam hari, 8 Desember 2024. - Pemberontak yang dipimpin kaum Islamis menggulingkan penguasa lama Suriah, Bashar al-Assad, dalam serangan kilat yang disebut utusan PBB sebagai momen penting bagi negara yang dirusak oleh perang saudara.

TRIBUNNEWS.COM - Mesir telah memerintahkan deportasi tiga warga Suriah yang ditahan setelah ikut serta dalam perayaan jalanan di Kairo menyusul jatuhnya Presiden Bashar al-Assad.

Menurut laporan dari Inisiatif Mesir untuk Hak Pribadi (EIPR), pasukan keamanan pada 8-9 Desember menangkap sekitar 30 warga Suriah di Kota 6 Oktober, Kairo.

Penangkapan ini terjadi setelah perayaan spontan atas berakhirnya lebih dari lima dekade kekuasaan dinasti Assad di Suriah.

Kerusuhan dimulai setelah pemberontak Suriah menguasai Damaskus, dengan laporan bahwa Assad dan keluarganya melarikan diri ke Rusia.

Perayaan di luar Masjid Al-Hosary berlangsung sekitar 15 menit sebelum bubar, lapor Middle East Eye.

Namun, di Distrik Kedua Kota 6 Oktober, polisi menangkap 20 warga Suriah secara acak setelah membubarkan kerumunan tersebut.

EIPR menyebutkan bahwa enam tahanan dengan izin tinggal dibebaskan pada keesokan harinya.

Namun, mereka yang memegang kartu pencari suaka sementara (kartu kuning) tetap ditahan dan dipindahkan ke otoritas paspor dan imigrasi di Abbasiya sebelum dikembalikan ke kantor polisi.

Pada Rabu (11/12/2024), tiga dari mereka menghadapi ancaman deportasi.

Di laman resminya, EIPR menyuarakan kekhawatiran atas potensi deportasi ini karena Suriah masih dianggap tidak aman oleh UNHCR.

Organisasi tersebut juga menyoroti bahwa langkah keamanan berlebihan ini membatasi kebebasan berekspresi, termasuk dalam bentuk perayaan publik.

Baca juga: Istri Bashar al-Assad Diduga Minta Cerai usai Suaminya Digulingkan di Suriah, Rusia Buka Suara

EIPR mendesak pemerintah Mesir untuk segera membebaskan para tahanan dan mematuhi hukum nasional serta perjanjian internasional tentang hak-hak pengungsi dan pencari suaka.

Perjanjian internasional melarang pemulangan paksa ke negara asal yang dapat membahayakan keselamatan atau nyawa pengungsi.

Suriah sendiri menyumbang separuh populasi pengungsi dan pencari suaka di Mesir, dengan lebih dari 136.700 pengungsi Suriah terdaftar di UNHCR pada Desember 2021.

EIPR meminta otoritas Mesir menghormati komitmen internasional dan melindungi hak-hak para pengungsi.

Menlu Turki Bertemu Pemimpin HTS

Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, bertemu dengan pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang kini menjabat sebagai kepala pemerintahan baru Suriah, Abu Mohammed al-Jolani (Ahmed Al-Sharaa), di Damaskus pada Minggu (22/12/2024).

Pertemuan ini berlangsung dua hari setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan kunjungan Fidan untuk membahas pemerintahan baru Suriah.

Dalam pertemuan tersebut, Fidan dan Sharaa membahas pentingnya persatuan dan stabilitas Suriah serta menyerukan pencabutan semua sanksi internasional terhadap negara tersebut.

Fidan menyatakan dukungan penuh Turki terhadap masa transisi Suriah pasca-runtuhnya rezim Assad, seraya menyampaikan harapan akan masa depan yang lebih baik bagi negara itu.

"Dengan pencabutan sanksi, kami berharap hari-hari tergelap Suriah telah berlalu," ujar Fidan, dikutip dari Al Jazeera.

Langkah ini menandai komitmen Turki dalam memfasilitasi stabilitas regional dan rekonstruksi Suriah.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini