News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menag sebut tak ada suara azan di PIK, betulkah tidak ada masjid di kawasan elite itu?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menag sebut tak ada suara azan di PIK, betulkah tidak ada masjid di kawasan elite itu?

Suara azan tiba-tiba melantun dari masjid tersebut. Raka dan beberapa pria yang sedari tadi duduk-duduk santai langsung bergegas ke tempat wudu untuk menunaikan salat asar.

Usai salat, Raka kembali bercerita setiap hari masjid ini cukup ramai dikunjungi pekerja sekitar maupun wisatawan.

Apalagi kalau Jumat.

"Kalau salat Jumat sampai parkiran mobil, ramai dan penuh," sambungnya.

"Bedanya masjid di sini dengan tempat tinggal saya di Bekasi, di sana masjid banyak jadi mau salat di mana pun gampang."

Dina Rahman, pekerja kantoran di PIK 1, mengaku tak pernah kesulitan beribadah karena perusahaannya sudah menyediakan musala yang cukup luas.

Namun, katanya, bukan berarti dia tak pernah mendengarkan suara azan di kawasan elite ini.

"Kalau zuhur, asar, pasti kedengaran [suara azan] dari masjid Al-Hikmah ke kantor saya dan itu jadi alarm saya untuk salat," ungkapnya.

Perempuan berhijab ini juga bilang tak merasa asing berada di kawasan yang jarang ada masjidnya. Toh, baginya ibadah tak melulu harus di masjid.

"Enggak masalah ya, kan banyak musala. Mau ke mal, ada musala, ke supermarket besarnya ada musala. Salat kan enggak harus di masjid, bisa di musala atau ruangan bersih."

"Dan wajar masjid di sini sedikit, karena banyak perkantoran. Permukiman juga agak jauh di blok lain."

Selain masjid Al-Hikmah, ada satu masjid lagi yang cukup sering dikunjungi para pekerja di PIK 1, yaitu masjid Al Muhajirin yang berada di lantai 6 gedung Agung Sedayu Grup (ASG).

Berbeda dengan Al-Hikmah, masjid ini memakan sebagian lahan parkiran mobil gedung ASG.

Agus Wahyudi, pekerja di sana, bilang masjid ini menjadi andalan para pekerja di gedung berlantai 30 tersebut.

Kendati terletak di lahan parkir, tapi beribadah masih cukup nyaman. Sebab pihak pengelola, sambungnya, menyediakan kipas angin blower.

Satu-satunya kesulitan, kalau hendak ibadah salat Jumat.

"Kalau Jumatan kan banyak jemaahnya, harus antre pakai lift. Jadi harus cepet-cepetan."

Mengapa di kawasan elite jarang ada rumah ibadah atau masjid?

Pengamat properti, Ali Tranghanda, menuturkan minimnya rumah ibadah atau masjid di kawasan yang mayoritas dihuni oleh non-muslim, bukan suatu hal yang anomali.

Begitu pula di sepanjang Jalan Margonda hingga Depok yang minim gereja, karena mayoritas penduduknya beragama Islam.

Tapi lebih dari itu, katanya, pengembang biasanya akan mempertimbangkan masukan dari penghuni ketika akan membangun fasilitas rumah ibadah.

Ada beberapa penghuni yang merasa keberatan dengan suara azan sehingga terkadang memilih tempat tinggal yang lebih tenang dan jauh dari masjid.

Preferensi seperti itu, katanya, sudah menjadi hal lumrah.

"Apalagi ada persepsi kalau ada masjid kadang-kadang menganggu bagi beberapa orang, jadi biasanya area masjid terpisah dari hunian yang sedang dipasarkan," jelasnya.

"Gangguannya bisa dari toa atau pengeras suara yang terlalu kencang."

Karena itu, dia kurang memahami kritik dari Menteri Agama, Nazaruddin Umar, yang menyebut tidak ada suara azan di kawasan PIK.

Sepanjang pengetahuannya di PIK 1 ada beberapa masjid dan musala.

Sedangkan di PIK 2 sedang dalam tahapan pembangunan masjid Agung dengan kubah megah.

Kendati begitu, di Gedung Menara Syariah sudah tersedia masjid Al-Khairiyah yang sebelumnya diresmikan oleh mantan wakil presiden, Ma'ruf Amin.

Saat peresmian, Ma'ruf Amin berharap kehadiran masjid ini menjadi sarana ideal menyampaikan kesejukan dan kebaikan ekonomi syariah yang inklusif.

"Saya harap ini jangan jadi polemik dan menganggap PIK eksklusif untuk golongan tertentu."

Soal mengapa masjid Al-Hikmah di PIK 1 bukan dibangun sederet dengan gedung-gedung tinggi dan kawasan komersil, Ali bilang itu karena terkait dengan pertimbangan pengembang soal nilai jual.

"Misalnya di pinggir boulevard, daripada dibangun rumah ibadah mending dijual, karena harga tanahnya tinggi. Secara komersial kalau jadi rumah ibadah merugikan."

"Jadi semua rumah ibadah biasanya agak ke belakang yang dekat dengan hunian."

Pernyataan Menag tidak mencerminkan sikap pejabat negara

Pegiat kebebasan beragama dan berkeyakinan dari Sejuk, Thowik, menyebut apa yang disampaikan Menteri Agama Nazaruddin Umar soal tidak adanya azan di kawasan PIK, Jakarta Utara, tidak mencerminkan pejabat yang semestinya bersikap imparsil.

Pasalnya jabatannya sebagai menteri agama yang mewakili semua agama, melekat di mana pun dia berada.

Ketika berbicara ke publik dan hanya menyoroti persoalan rumah ibadah umat Islam, bagi Thowik, hal itu jadi terkesan mengistimewakan kelompok mayoritas.

Apalagi selama ini tidak ada permasalahan pelarangan pendirian masjid di daerah tersebut.

"Kalau dia datang ke sana dan bicara sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, enggak masalah," ucapnya kepada BBC News Indonesia.

"Tapi dia sebagai menteri agama yang jabatannya melekat, kok jadi kayak enggak sensitif," ujarnya kemudian.

Menurut Thowik, sebagai perwakilan pemerintah di bidang agama, Nazaruddin Umar semestinya juga menyoroti kasus-kasus pelarangan pendirian gereja di sejumlah daerah.

Seperti yang baru-baru ini menimpa jemaat Gereja Tesalonika di Tangerang.

Pada Juli lalu, ibadah doa mereka yang digelar di rumah seorang anggota jemaat dibubarkan paksa oleh sekelompok orang hingga viral di media sosial.

Catatan Task Force Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KKB) menemukan lebih dari 65 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terjadi sepanjang Maret hingga Desember 2024.

Masing-masing kasus, kata Thowik, memiliki dua sampai empat tindakan pelanggaran seperti pengusiran, persekusi, penyegelan, dan penolakan izin.

Tapi segala permasalahan itu, klaimnya, belum mendapatkan respons dari Menag Nazaruddin Umar.

"Kalau dia prihatin dengan masjid, kenapa tidak bersikap yang sama pada penutupan gereja?"

Menurut Thowik, pernyataan itu bisa melukai bahkan menimbulkan rasa ketidakpercayaan dari kelompok minoritas terhadap negara.

Sebab mereka berharap menteri agama yang baru bisa memutus persoalan-persoalan pendirian rumah ibadah, khususnya gereja.

"Menag harusnya untuk semua agama dan keyakinan," ucapnya.

BBC News Indonesia sudah berupaya menghubungi Menteri Agama, Nazaruddin Umar, tapi hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini