TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Sebuah pesawat komersial milik maskapai Jeju Air mengalami kecelakaan fatal di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, pada Minggu (29/12/2024).
Penyebab kecelakaan masih diinvestigasi.
Akibat kecelakaan pesawat Jeju Air tersebut, sebanyak 179 penumpangnya dinyatakan meninggal dunia.
Dikutip dari Yonhapnews, Senin (30/12/2024), pesawat itu mengangkut 181 penumpang.
Sehingga hanya 2 penumpangnya yang selamat.
Korban tewas termuda adalah seorang anak laki-laki berusia tiga tahun.
Lima dari 179 penumpang yang tewas berusia di bawah 10 tahun.
Dua diantara penumpang yang meninggal adalah warga Thailand.
Sosok 2 Penumpang yang Selamat
Salah satu dari dua orang yang selamat dari kecelakaan pesawat Jeju Air mengatakan kepada dokter bahwa dia telah diselamatkan saat bangun.
Korban selamat berusia 33 tahun yang bermarga Lee adalah seorang pramugari di pesawat Jeju Air.
Ia awalnya dibawa ke rumah sakit di kota terdekat Mokpo, 311 kilometer selatan Seoul Ibu Kota Korea Selatan.
Tetapi kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Universitas Wanita Ewha Seoul di ibu kota.
"Ketika saya bangun, saya sudah diselamatkan," katanya kepada para dokter di rumah sakit, menurut direkturnya Ju Woong, yang berbicara dalam jumpa pers.
Ju tidak menanyakan rincian kecelakaan tersebut karena dia yakin itu tidak akan membantu pemulihan pasien.
"Dia sudah bisa berkomunikasi sepenuhnya," kata Ju dikutip dari Yonhap News.
"Belum ada tanda-tanda kehilangan ingatan atau semacamnya," dia menambahkan.
Korban selamat saat ini dirawat di unit perawatan intensif setelah didiagnosis menderita beberapa patah tulang.
Ju mengatakan dia berada dalam perawatan khusus karena kemungkinan efek sampingnya, termasuk kelumpuhan total.
Sementara itu, korban selamat lainnya juga seorang pramugari berusia 25 tahun bermarga Koo.
Dia kini dirawat di Asan Medical Center di Seoul timur.
Kondisinya dilaporkan stabil meski ia mengalami cedera pada pergelangan kaki dan kepala.
Staf medis menolak menjawab pertanyaan wartawan tentang kondisinya.
Dua dugaan penyebab pesawat jatuh, bukan karena burung
Dikutip dari The Korea Times, pesawat Jeju Air jenis Boeing 737-800 terbang dari Bangkok, Thailand pada Minggu pukul 01.30 dini hari waktu setempat.
Pesawat dijadwalkan mendarat di Bandara Internasional Muan di Muan, Provinsi Jeolla Selatan, Korea Selatan, Minggu (29/12/2024) pukul 08.30 waktu setempat.
Namun sebelum kecelakaan terjadi, pesawat sempat berusaha untuk mendarat, tetapi tidak berhasil.
Pesawat kemudian berputar-putar di sekitar bandara dan mencoba mendarat kembali dengan badan pesawat keluar dari landasan pacu.
Berbagai penafsiran telah muncul terkait penyebab jatuhnya pesawat.
Meski penyelidikan awal menunjukkan kegagalan rangka pesawat menyusul "tabrakan burung" sebagai penyebab utama.
Penyebab pastinya masih belum diumumkan tetapi beberapa analis sudah mengajukan berbagai kemungkinan penyebab.
Termasuk gangguan teknis dengan menyatakan bahwa mesin dan rem di kedua sisi pesawat pasti gagal berfungsi sehingga terjadi kecelakaan seperti itu.
Namun tabrakan burung saja tidak mungkin menyebabkan kegagalan serentak di semua komponen penting.
Para ahli penerbangan sebagian besar sepakat bahwa roda pendaratan yang tidak dapat dioperasikan merupakan penyebab langsung kecelakaan.
"Jika Anda melihat videonya, roda pendaratan tidak memanjang, dan pesawat jatuh dengan kehilangan kecepatan yang sangat sedikit," kata profesor Choi Kee-young dari Universitas Inha.
"Pesawat memiliki beberapa rem dan jika roda pendaratan tidak berfungsi, mesin penggerak terbalik mengangkat sayap, yang berfungsi sebagai rem udara. Namun, rem tersebut tampaknya tidak berfungsi dalam kasus ini."
Para ahli mengidentifikasi tabrakan burung sebagai penyebab paling mungkin dari kegagalan fungsi roda pendaratan, karena kemungkinan telah memengaruhi mesin dan sistem hidrolik.
"Jika burung terbang ke mesin, itu dapat merusak mesin dan memengaruhi sistem hidrolik yang terhubung dengannya," kata Kim Kyu-wang, direktur Pusat Pendidikan Penerbangan Universitas Hanseo.
"Sistem hidrolik menaikkan dan menurunkan roda pendaratan selama lepas landas dan mendarat, dan bagian itu mungkin telah rusak."
Namun beberapa pihak berpendapat bahwa kegagalan satu mesin akibat tabrakan burung tidak mungkin mengakibatkan hasil yang mengerikan seperti itu.
Mereka mencatat bahwa meskipun satu mesin rusak akibat tabrakan burung, mesin kedua dapat menggerakkan roda pendaratan, yang menunjukkan kemungkinan adanya masalah sistemik tambahan.
"Saat mendarat dengan posisi perut, pesawat harus memperlambat lajunya dengan menciptakan lebih banyak hambatan pada sayap, tetapi hal ini tidak terlihat dalam video," kata profesor Choi.
"Dugaan saya, kedua mesinnya rusak," katanya.
"Jika kedua mesin rusak, seluruh pesawat akan jatuh dan perintah pilot tidak dapat disampaikan."
Para ahli meminta dilakukannya penyelidikan menyeluruh untuk menentukan apakah kecelakaan itu disebabkan oleh serangan burung, cacat badan pesawat, atau buruknya perawatan.
"Kami perlu menganalisis penyebabnya tetapi sangat tidak biasa jika ketiga roda pendaratan gagal digunakan," kata Kim In-gyu, direktur Pusat Pendidikan Penerbangan Universitas Dirgantara Korea.
"Sulit untuk menyimpulkan bahwa tabrakan dengan burung saja yang menjadi penyebabnya. Kita juga perlu memeriksa apakah pesawat itu memiliki cacat bawaan."
Penjelasan Pejabat Korea
Pejabat Korea Selatan sedang menyelidiki kecelakaan Pesawat Jeju Air 7C2216, termasuk dampak dari potensi tabrakan burung dan cuaca. 179 dari 181 orang di dalamnya tewas.
Wakil Menteri Transportasi Joo Jong-wan mengatakan panjang landasan pacu 2.800 meter bukan merupakan faktor penyebabnya, dan dinding di ujung landasan dibangun sesuai standar industri.
Jeju Air menolak berkomentar tentang penyebabnya selama konferensi pers, dengan mengatakan bahwa penyelidikan sedang dilakukan.