TRIBUNNEWS.COM – Otoritas Palestina dilaporkan meminta Amerika Serikat (AS) untuk menyetujui rencana bantuan keamanan sebesar $680 juta atau Rp7,4 triliun.
Bantuan itu akan digunakan untuk meningkatkan pelatihan pasukan khusus Otoritas Palestina dan menambah persediaan amunisi dan kendaraan lapis baja.
Laporan itu disampaikan oleh seorang narasumber Amerika Serikat (AS) dan seorang narasumber yang dekat dengan Otoritas Palestina.
Permintaan itu diucapkan pada pertengahan Desember 2024. Saat itu ada rapat antara Otoritas Palestina dan para pejabat keamanan AS di Kementerian Dalam Negeri Otoritas Palestina di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki Israel.
“Dalam rapat itu pejabat Otoritas Palestina meminta agar kebutuhan mereka akan kendaraan lapis baja dan amunisi segera dipenuhi mengingat sulitnya pertempuran dan ketidakmampuan mereka untuk menangani situasi di kamp Jenin,” kata seorang narasumber kepada Middle East Eye.
Saat rapat tersebut para pejabat Otoritas Palestina mengungkapkan rasa frustrasinya karena AS gagal memenuhi komitmennya untuk memasok kembali persenjataan dan melatih pasukan khusus.
Mereka turut mengeluh lantaran AS belum juga menyetujui dana renovasi penjara-penjara di Betlehem dan Nablus di Tepi Barat.
Adapun rapat itu digelar saat Otoritas Palestina sedang menindak tegas pejuang Palestina di Jenin yang terafiliasi dengan kelompok Hamas dan Jihad Islam Palestina.
20 Latihan Soal Matematika Kelas 5 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka & Kunci Jawaban, Keliling Bangun Datar
Download Modul Ajar Serta RPP Seni Rupa Kelas 1 dan 2 Kurikulum Merdeka Lengkap Link Download Materi
Media setempat melaporkan bentrokan di Jenin telah menewaskan setidaknya delapan orang. Jenin sudah lama dikenal sebagai benteng pertahanan para pejuang Palestina.
Sementara itu, seorang mantan intelijen AS berujar bahwa permintaan Otoritas Palestina itu wajar karena AS sudah menekan Otoritas Palestina untuk meningkatkan keamanan di Tepi Barat.
AS sudah menyediakan bantuan keamanan bagi Otoritas Palestina sejak tahun 1990-an.
Baca juga: Memahami Logika Bertindak Otoritas Palestina Perangi Bangsa Sendiri di Operasi Jenin di Tepi Barat
Setelah Intifada Kedua, AS mendirikan Koordinator Keamanan AS (USSC) untuk melatih pasukan keamanan di Tepi Barat.
Israel bisa memveto bantuan keamanan yang diminta Otoritas Palestina.
Sementara itu, menurut media AS bernama Axios, AS telah meminta Israel untuk menyetujui permintaan bantuan itu pada bulan Desember kemarin.
Perseteruan Hamas dengan Fatah
Otoritas Palestina lahir setelah pembicaraan perdamaian di Kota Oslo, Norwegia, tahun 1990-an. Otoritas itu berasal dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang sudah lama mengobarkan perlawanan terhadap Israel.
Setelah mendapatkan hak untuk memerintah di Tepi Barat secara terbatas, PLO mengakui hak Israel untuk eksis. Lalu, PLO mengecam perlawanan bersenjata.
Otoritas Palestina didominasi oleh Fatah, salah satu partai Palestina. Pada tahun 2007 terjadi perang antara Fatah dan Hamas setelah Hamas mulai berkuasa di Gaza setahun sebelumnya lewat kemenangan legislatif.
Sesudah itu, Hamas menguatkan posisinya di Gaza, sedangkan Fatah berkuasa di Tepi Barat. Sejauh ini upaya untuk menyatukan kedua faksi itu gagal.
Sejumlah warga Palestina di Tepi Barat menganggap Otoritas Palestina tidak efektif, korup, dan menjadi kolaborator Israel.
Selepas Otoritas Palestina menolak perlawan bersenjata terhadap Israel, pemerintahan itu gagal memberikan solusi politik dan mendirikan negara Palestina merdeka. Di sisi lain, jumlah pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur sudah melambung.
Ketika Perjanjian Oslo ditandatangani tahun 1993, ada sekitar 250.000 pemukim Israel yang tinggal di Tepi Barat. Saat ini jumlah mereka telah meningkat menjadi hampir 700.000 pemukim.
Banyak di antara mereka menduduki Yerusalem Timur yang digadang-gadang sebagai lokasi ibu kota negara Palestina yang kelak didirikan.
Baca juga: PNGO Tekankan Bahaya Serius Israel Serang Lembaga Kemanusiaan, 111 Jurnalis Palestina Tewas
(*)