Sementara itu, mengenai negosiasi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan tidak akan menghentikan perang di Gaza hingga Hamas dihancurkan dan semua sandera dipulangkan.
Di sisi lain, Hamas mengaku hanya akan membebaskan sandera yang tersisa jika Israel sepakat mengakhiri perang dan menarik semua pasukannya dari Gaza.
“Pengalaman berunding dengan Israel telah membuktikan bahwa satu-satunya solusi untuk mewujudkan hak-hak rakyat kami ialah dengan melawan musuh dan memaksanya mundur,” kata Osama Hamdan, salah satu pemimpin senior Hamas.
Dalam konferensi pers di Aljazair hari Selasa, Hamas mengklaim Israel harus disalahkan karena merusak segala upaya untuk mencapai kesepakatan.
“Sikap jelas kami dalam negosiasi ini adalah gencatan senjata, penarikan mundur Israel, pertukaran tahanan, dan pembangunan kembali Gaza tanpa syarat-syarat dari Israel,” ujarnya.
Hamdan turut mengomentari ancaman dari Trump. “Saya pikir Presiden AS itu harus lebih banyak membuat pernyataan yang terkontrol dan diplomatis.”
Adapun Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Israel Gila Gamliel pada hari yang sama menyebut Israel tak akan menarik diri dari Gaza hingga semua sandera dibebaskan.
Selama berbulan-bulan Mesir dan Qatar telah menjadi juru penengah dalam perundungan antara Israel dan Hamas.
Baca juga: Israel akan Produksi Sendiri Amunisi Secara Lokal, Kurangi Ketergantungan pada AS untuk Bom Berat
Sementara itu, pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden telah melakukan upaya terakhir untuk mewujudkan gencatan senjata sebelum Biden lengser.
Kabinet Netanyahu dituding ingin bunuh sandera
Beberapa hari lalu seorang warga Israel yang disandera Hamas di Gaza mengungkapkan kekecewaannya kepada pemerintahan Netanyahu.
Keluh kesahnya itu disampaikan lewat video yang diunggah sayap militer Hamas, Brigade Al Qassam, hari Sabtu, (4/1/2025).
Dalam pernyataannya selama 3,5 menit, sandera berama Liri Albag itu mengklaim kabinet Netanyahu ingin membunuh para sandera.
"Kalian ingin membunuh kami?" tanya Elbag dikutip dari IRNA.
Albag berusia 19 tahun. Sebelumnya, dia menjadi tentara perempuan yang bertugas memantau perbatasan Israel-Gaza.